Yield SBN Naik, Dolar Singapura Balik Menguat ke Rp 10.740

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 March 2021 10:31
Ilustrasi dolar Singapura (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Singapura (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura berbalik menguat melawan rupiah pada perdagangan Jumat (119/3/2021), setelah melemah cukup tajam pada Kamis kemarin. Ini disebabkan yield Surat Berharga Negara (SBN) yang naik cukup tajam hari ini, memberikan tekanan bagi rupiah.

Pada pukul 9:47 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.738,70, dolar Singapura menguat 0,28% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Kemarin, Mata Uang Negeri Merlion ini merosot 0,5%.

Yield SBN tenor 10 tahun hari ini naik 7,3 basis poin ke 6,825%. Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, ketika yield naik harga sedang turun begitu juga sebaliknya. Ketika harga sedang turun, artinya sedang ada aksi jual. Sehingga kenaikan yield bisa menjadi indikasi adanya capital outflow di pasar obligasi.

Capital outflow tersebut memberikan tekanan bagi rupiah. Tidak hanya hari ini, bahkan dalam beberapa bulan terakhir sudah terjadi capital outflow di pasar obligasi yang membuat rupiah sulit menguat.

Melansir data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) pada periode 1 sampai 15 Maret, investor asing melepas kepemilikan SBN nyaris Rp 20 triliun. Capital outflow tersebut lebih besar ketimbang sepanjang bulan Februari Rp 15 triliun.

Penyebab capital outflow adalah kenaikan yield obligasi (Treasury) yang terus menanjak, sehingga selisih dengan yield SBN menjadi menyempit.

Yield Treasury AS yang melesat 8,8 basis poin ke 1,729% memberikan tekanan bagi pasar saham. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Januari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi, dan The Fed belum membabat habis suku bunganya menjadi 0,25% dan program quantitative easing (QE) belum dijalankan.

Kenaikan tajam yield Treasury sejak awal Februari memang menjadi isu utama. The Fed sebelumnya diperkirakan akan menjalankan Operation Twist guna meredam kenaikan yield tersebut.

Operation Twist dilakukan dengan menjual obligasi AS tenor pendek dan membeli tenor panjang, sehingga yield obligasi tenor pendek akan naik dan tenor panjang menurun. Hal tersebut dapat membuat kurva yield melandai.

Mark Cabana, ahli strategi suku bunga di Bank of America Global Research, mengatakan Operation Twist merupakan kebijakan yang sempurna untuk meredam gejolak di pasar obligasi.

"Operation Twist, dengan menjual obligasi tenor rendah dan membeli tenor panjang secara simultan adalah kebijakan yang sempurna menurut pandangan kami," kata Cabana, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (1/3/2021).

Nyatanya, dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed malah tidak mempermasalahkan kenaikan yield Treasury tersebut.
The Fed masih cukup nyaman dengan kenaikan yield Treasury, selama itu merupakan respon dari membaiknya perekonomian. Alhasil, yield Treasury masih terus menanjak.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kurs Dolar Singapura Pagi Jeblok Siang Naik, Ini Penyebabnya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular