Kemarin Pesta Pora, Hari Ini IHSG Hangover Merah-merah

Putra, CNBC Indonesia
19 March 2021 09:24
Bursa Efek Indonesia (BEI) (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Bursa Efek Indonesia (BEI) (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia -Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka terkoreksi tipis pada perdagangan akhir pekan Jumat (19/3/2021). IHSG merangkak naik 0,03% ke 6.346,00. Selang 15 menit IHSG lanjut terkoreksi 0,30% ke level 6.328,41.

Transaksi di pasar pada perdagangan hari ini mencapai Rp 1,1 triliun dimana investor asing kembali melakukan aksi beli sebesar Rp 51 miliar di pasar reguler.

Aksi pembelian terbesar dilakukan asing di saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang dikoleksi Rp 11 miliar dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang dibeli sebesar Rp 27 miliar.

Sedangkan aksi jual dilakukan di saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dengan jual bersih Rp 9 miliar dan PT Vale Indonenesia Tbk (INCO) yang dilepas 5 miliar.

Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun sempat lompat 11 basis poin menjadi 1,75%, tertinggi sejak Januari 2020, setelah Rapat Komite Terbuka Federal (Federal Open Committee Meeting/FOMC) usai dan menyuntikkan eforia di bursa saham nasional kemarin.

Pagi tadi, imbal hasil tersebut agak mereda, menjadi 1,706%. Akan tetapi bursa saham AS anjlok, menunjukkan bahwa pasar menilai kebijakan ekstra longgar memiliki efek ikutan yang berkonsekuensi besar juga.

Ketika stimulus dan moneter ekstra longgar dijalankan bersamaan dengan laju yang cepat dalam waktu lama, maka uang beredar akan meningkat baik di pasar maupun di sektor riil. Di sektor riil, jejaknya terlihat dari kenaikan inflasi AS (sebesar 1,7% per Februari) sementara di pasar jejaknya terlihat dari kenaikanimbal hasilobligasi acuan.

Ditambah dengan ekspektasi pemulihan ekonomi, aset berisiko seperti saham pun menjadi lebih menarik ketimbang surat utang. Aksi jual obligasi pun terjadi yang berujung pada kenaikan imbal hasil, dibarengi aksi beli saham di bursa AS dan bursa negaraemerging market.

Hanya saja, semuanya tidak berjalan secara merata terhadap kelas aset yang sama. Sama-sama saham di Wall Street, investor mengubah strategi mereka, dengan menjual saham teknologi yang selama ini menguat dipacu sentimen pandemi, dan memburu saham siklikal terutama perbankan yang juga menikmati berkah imbal hasil tinggi.

Di negaraemerging market, tak semuaaset negara tersebut menjadi incaran investor global, terutama ketikayielddi AS meninggi. Indonesia, sayangnya, menjadi salah satu negara yang terkena imbas konstalasi situasi seperti sekarang.

Bank Indonesia (BI) melaporkan aksi jual Surat Berharga Negara (SBN) oleh investor asing, dengan nilai mencapai Rp 19,6 triliun dalam sebulan terakhir. Bank sentral menyerap Rp 8,5 triliun di antaranya.

Besar kemungkinan dana hasil penjualan tersebut ditarik pemodal global untuk diinvestasikan ke SBN pemerintah AS yang diekspektasikan menjanjikan keuntungan lebih tinggi setelah bos The Fed Jerome Powell berjanji akan tetap "membiarkan" inflasi meninggi-yang sama artinya membiarkanyieldmenguat mengikutinya.

Jadi, mohon maaf Pak Pery, BI bakal kena getah keputusan The Fed yang inginsantuymeski indikator mesin ekonomi AS memanas. Ini akan menjadikan aset investasi di Indonesia dibayangi risikocapital outflowjika fundamental ekonomi belum membaik sementara vaksinasi berjalan lambat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular