Catat! Tesla Bukan Segalanya, Labanya Lebih Kecil dari Astra

Tim Riset, CNBC Indonesia
16 March 2021 09:05
A truck loaded with Tesla cars departs the Tesla plant Tuesday, May 12, 2020, in Fremont, Calif. Tesla CEO Elon Musk has emerged as a champion of defying stay-home orders intended to stop the coronavirus from spreading, picking up support as well as critics on social media. Among supporters was President Donald Trump, who on Tuesday tweeted that Tesla's San Francisco Bay Area factory should be allowed to open despite health department orders to stay closed except for basic operations. (AP Photo/Ben Margot)
Foto: Pabrik Tesla (AP/Ben Margot)

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham produsen mobil listrik global besutan Elon Musk yaitu Tesla Inc (TSLA) menjadi perbincangan hangat di sepanjang tahun 2020. Nilai kapitalisasi pasar Tesla meroket lebih dari 700% dan sempat membuat sang CEO menjadi orang terkaya nomor wahid di dunia menggeser Jeff Bezos bos Amazon.

Kenaikan harga saham yang gila-gilaan membuat Tesla menjadi perusahaan mobil dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia. Dengan market cap mencapai US$ 666 miliar atau setara Rp 9.597 triliun, Tesla berhasil mengungguli kapitalisasi produsen otomotif dunia yang selama ini menjadi penguasa pasar.

Bahkan perusahaan mobil listrik itu menyalip Toyota, Volkswagen, Daimler, General Motor hingga Ford. Apalagi jika dibandingkan dengan PT Astra Internasional Tbk (ASII), produsen otomotif nasional, yang kapitalisasi pasarnya 'hanya' Rp 223 triliun (US$ 15 miliar).

Prospek mobil listrik yang cerah menjadikan harga sahamnya melejit, walaupun secara bottom line masih belum sebanding dengan kenaikan harga sahamnya. Menggunakan valuasi umum berupa Price to Earning Rasio (PER) saham Tesla sudah tergolong kemahalan jika dibandingkan dengan produsen lainnya.

Bagaimana bisa perusahaan otomotif dengan market cap terbesar di dunia hanya mencetak laba US$ 721 juta? Itu pun laba untuk pertama kali sejak 2016. Jika dibandingkan dengan pabrik mobil lain jelas, keuntungan Tesla tidak ada apa-apanya.

Sebagai gambaran keuntungan Toyota mencapai US$ 19,04 miliar atau 26,4 kali lebih besar dari laba bersih Tesla. Jika dibandingkan dengan pabrik mobil lain yang berasal dari AS yakni General Motors laba Tesla hanya 11,2% saja.

Inilah yang membuat banyak orang menilai saham Tesla sedang bubble. Apalagi sang CEO yang kontroversial baru-baru ini juga membeli Bitcoin yang volatilitasnya juga sangat tinggi.

Kendati nilai kapitalisasi pasarnya terbilang sudah tak rasional, dari segi bisnis Tesla justru mencatatkan perbaikan kinerja keuangan ketika banyak perusahaan produsen mobil dan kendaraan bermotor global sekarat akibat pandemi Covid-19.

Berdasarkan informasi keuangan yang disampaikan oleh perusahaan, Tesla berhasil membukukan kenaikan pendapatan automotif sebesar 31% (yoy) menjadi 27,36 miliar. Tahun lalu.

Kenaikan tersebut diakibatkan oleh kenaikan pengiriman kendaraan mobil listrik yang diproduksi. Pertumbuhan volume penjualan yang signifikan mampu mengimbangi penurunan harga jual rata-rata Tesla seiring dengan pergeseran portofolio produk dari model S dan X menjadi model 3 dan Y yang lebih terjangkau.

Tesla berhasil mengirimkan lebih dari 180 ribu unit mobil listrik pada kuartal keempat tahun 2020. Volume pengirimannya naik 61% (yoy). Kenaikan volume pengiriman ini ditopang oleh penjualan model 3 dan Y yang menyumbang hampir 90% dari total pengiriman. Volume pengiriman model 3 dan Y melesat 75% (yoy) pada kuartal terakhir tahun lalu.

Melihat kinerja yang mencorong ini Elon Musk punya target ambisius untuk tahun 2021. Tak tanggung-tanggung Musk mematok target pengiriman mobil listriknya mencapai 840 ribu hingga 1 juta unit. Sebagai informasi di tahun pandemi Tesla mampu mengirim hampir 500 ribu unit mobil listrik yang diproduksinya.

Tesla sukses membukukan laba bersih sebesar US$ 721 juta di sepanjang 2020 atau Rp 10,38 triliun. Laba bersihnya melesat tajam karena pada tahun 2019 Tesla masih harus menanggung rugi sebesar US$ 862 juta.

Dilihat dari sisi likuiditas, Tesla merupakan salah satu perusahaan mobil listrik yang tergolong cash rich. Pada akhir 2020, posisi net kas yang digunakan untuk aktivitas operasi sebesar US$ 5,9 miliar. Untuk belanja modal dialokasikan sebesar US$ 3,16 miliar.

Sementara arus kas bebasnya tercatat mencapai US$ 2,79 miliar. Ini kali kedua Tesla memiliki free cash flow yang positif. Posisi kas dan setara kas Tesla akhir tahun lalu pun terbilang gendut karena mencapai US$ 19,4 miliar.

Kinerja Tesla yang apik juga mendapatkan komentar dari investor dalam negeri. Kali ini komentar tersebut berasal dari investor kawakan Tanah Air yang dikenal sebagai Warren Buffettnya Indonesia. Siapa lagi kalau bukan Lo Kheng Hong (LKH).

Dalam sebuah kesempatan LKH bahkan membandingkan laba perusahaan nasional dengan Tesla. LKH mencontohkan laba bersih PT Astra Internasional Tbk (ASII) yang mencapai US$ 1,29 miliar.

Laba bersih ASII 60% lebih besar dari Tesla di saat nilai kapitalisasi pasar ASII hanya 2,4% Tesla. Atas dasar tersebut LKH mempertanyakan sikap investor yang mengagung-agungkan Tesla.

Sebenarnya ada beberapa poin yang perlu digarisbawahi dari pendapat LKH. Pertama, walau sektor pendapatan ASII dari lini bisnis otomotif mencapai 38% dari total pendapatan tahun 2020 dan menjadi yang terbesar, membandingkan ASII dengan Tesla tidaklah apple to apple karena model bisnisnya berbeda.

ASII adalah holding company dengan bisnis yang menggurita di berbagai sektor sementara Tesla fokus pada mobil listrik dan ekosistem penunjangnya.

Kedua, laba bersih ASII tercatat hanya Rp 16,16 triliun tahun lalu. Itu pun setelah keuntungan dari divestasi aset berupa kepemilikan di PT Bank Permata Tbk (BNLI) diikutsertakan.

Apabila keuntungan dari divestasi tersebut tidak diikutsertakan maka laba bersih ASII hanya Rp 10,28 triliun. Dengan begini sama saja sebenarnya laba bersih ASII dan Tesla, bahkan tercatat Tesla unggul tipis.

Eits tunggu dulu, itu adalah laba bersih konsolidasian. ASII tidak hanya berbisnis di sektor otomotif saja. Namun juga di sektor jasa keuangan, alat berat, pertambangan, konstruksi, energi, agribisnis, hingga properti.

Sehingga perlu dilihat dulu keuntungan yang disumbang oleh segmen otomotif terhadap laba bersih ASII berapa banyak. Ternyata kontribusi laba bersih dari segmen otomotif terhadap laba konsolidasian ASII hanya 26%. Artinya labanya hanya Rp 2,68 triliun saja dimana laba Tesla 4 kali lebih jumbo daripada laba Astra di sektor otomotif.

Selanjutnya, faktor pertumbuhan pesat perusahaan juga tentu saja tidak bisa diabaikan karena apa yang menentukan keputusan investasi di suatu saham bukan hanya laba saat ini akan tetapi potensi perusahaan tersebut dalam meraup laba di tahun-tahun mendatang alias seberapa besar pertumbuhan perusahaan,

Apabila memasukkan faktor pertumbuhan pendapatan lagi-lagi sektor otomotif ASII kalah jauh dibandingkan TSLA. Tercatat selama 4 tahun terakhir sektor otomotif ASII, rata-rata omsetnya terkontraksi alias tumbuh negatif sebesar 6,43%.

Well, memang kontraksi paling besar dibukukan pada tahun 2020 yakni tahun pandemi dimana membeli mobil merupakan niatan terakhir masyarakat yang terkena permasalahan daya beli. Pendapatan ASII di sektor otomotif anjlok 36,25% dibandingkan dengan 2019.

Akan tetapi pertumbuhan pendapatan ASII di sektor otomotif sebelum pandemi sebenarnya biasa-biasa saja. Bahkan sebelum pandemi menyerang, pendapatan ASII di sektor otomotif sudah terkontraksi 0,85% di tahun 2019.

Sekarang coba bandingkan dengan pertumbuhan pendapatan Tesla di sektor otomotif selama 4 tahun terakhir yang rata-rata sebesar 46,71%. Bahkan di tahun pandemi saja Tesla masih mampu membukukan pertumbuhan pendapatan mencapai 30,81%.

Tentu saja apabila pertumbuhan ini sustainable tidak perlu waktu lama sebelum akhirnya Tesla merajai sektor otomotif global baik di pasar modal maupun di sektor riil apalagi mengingat perseroan saat ini menjadi pemimpin pasar dalam pengembangan kecerdasan buatan untuk mobil yang bisa berkendara sendiri (self-driving car).

TIM RISET CNBC INDONESIA


(RCI)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular