Neraca Dagang Suplus US$ 2 M, tapi IHSG Tak Mau Berbalik Arah

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
15 March 2021 15:45
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah pada perdagangan awal pekan Senin (15/3/2021). Indeks acuan bursa nasional tersebut ditutup melemah 0,53% ke 6.324,26.

Padahal, sentimen positif dari naiknya ekspor dan impor periode Februari 2021 yang telah dirilis siang hari ini sebenarnya dapat menjadi pendorong IHSG untuk menguat kembali. Namun nyatanya, IHSG tidak dapat kembali ke zona hijau pada hari ini.

Menurut data RTI, sebanyak 253 saham menguat, 233 tertekan dan 153 lainnya flat. Nilai transaksi hari ini mencapai Rp 11,2 triliun. Tercatat investor asing masih melakukan aksi jual dengan nilai penjualan bersih (net sell) Rp 130,8 miliar di pasar reguler.

Asing melakukan penjualan di saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 126 miliar dan di saham PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) sebesar Rp 28 miliar.

Sedangkan beli bersih dilakukan asing di saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang dikoleksi sebesar Rp 56 miliar dan PT Digital Mediatama Maxima Tbk (DMMX) sebesar Rp 47 miliar.

Pelemahan IHSG terjadi di tengah sentimen positif yang datang di dalam negeri, di mana Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan data ekspor-impor Indonesia bulan Februari hari ini.

Pada periode tersebut, total ekspor tercatat US$ 15,27 miliar atau mengalami kenaikan 8,56% dibandingkan pada Februari 2020 (year-on-year/YoY) yang mencapai US$ 14,06 miliar.

Sementara impor indonesia pada Februari 2021 tercatat sebesar US$ 13,26 miliar, naik 14,86% dibanding Februari 2020 (YoY).

Melihat ekspor-impor tersebut, neraca dagang Indonesia surplus yang mencapai US$ 2,01 miliar di bulan Februari lalu.

Kenaikan impor tersebut menjadi yang pertama setelah berkontraksi selama 19 bulan beruntun. Kenaikan impor tersebut menjadi kabar baik, sebab menjadi pertanda perekonomian dalam negeri mulai menggeliat.

Adapun konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 10 ekonom/analis memperkirakan ekspor tumbuh 6,75% secara tahunan (year-on-year/YoY), sementara impor lompat 11,85% dan neraca perdagangan diproyeksi tetap positif US$ 2,145 miliar.

Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), sentimen negatif hadir di pasar global, di mana imbal hasil (yield) acuan US Treasury kembali mengalami kenaikan setelah Presiden AS, Joe Biden menekan stimulus 'jumbo' senilai US$ 1,9 triliun atau setara Rp 27.000 triliun yang menaikkan ekspektasi inflasi.

Yield obligasi tenor 10 tahun tersebut naik 8 basis poin (bp) ke 1,642% yang artinya aksi jual menimpa pasar surat utang di AS. Level tersebut merupakan penutupan perdagangan tertinggi di tahun ini, dan sejak Februari 2020 lalu.

Jika imbal hasil meningkat, maka ekspektasi kupon obligasi di pasar primer pun meningkat yang bakal memicu kenaikan beban pembiayaan bagi emiten obligasi dan menekan kinerja keuangannya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular