
Pekan Ini Ada The Fed dan BI, Rupiah Melesat atau Merosot?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sepanjang pekan lalu melemah 0,63% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.380/US$. Mata Uang Garuda kini sudah melemah dalam 4 pekan beruntun dengan total Rp 2,93%.
Kenaikan yield (obligasi) Treasury masih menjadi penekan utama rupiah, dan masih akan menjadi salah satu penggerak utama di pekan ini.
Selain itu, dari dalam negeri data neraca dagang yang akan dirilis hari ini, Senin (15/3/2021) akan memberikan dampak ke rupiah. Tetapi fokus utama tertuju ke pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada Kamis (18/3/2021).
Konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Gubernur Perry Warjiyo dan kolega mempertahankan suku bunga acuan di 3,5%.
Dalam RDG bulan lalu, Gubernur Perry dengan jelas menyatakan bahwa ruang penurunan BI 7 Day Reverse Repo Rate sudah menyempit. Sejak tahun lalu, suku bunga acuan sudah dipotong 150 bps.
Sebelum BI mengumumkan hasil RDG, pada Kamis dini hari waktu Indonesia bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) juga mengumumkan kebijakan moneternya. Pelaku pasar maupun ekonom memperkirakan The Fed akan mengaktifkan kembali Operation Twist yang pernah dilakukan 10 tahun yang lalu, saat terjadi krisis utang di Eropa. Kebijakan tersebut dilakukan untuk meredam kenaikan yield Treasury.
Operation Twist dilakukan dengan menjual obligasi AS tenor pendek dan membeli tenor panjang, sehingga yield obligasi tenor pendek akan naik dan tenor panjang menurun. Hal tersebut dapat membuat kurva yield melandai.
The Fed sudah 2 kali menjalankan Operation Twist, pada 2011 dan 1961. CNBC International melaporkan pelaku pasar yang mengetahui perihal operasi tersebut mengatakan jika The Fed sudah menghubungi dealer-dealer utama untuk menjalankan operasi tersebut.
Mark Cabana, ahli strategi suku bunga di Bank of America Global Research, mengatakan Operation Twist merupakan kebijakan yang sempurna untuk meredam gejolak di pasar obligasi.
"Operation Twist, dengan menjual obligasi tenor rendah dan membeli tenor panjang secara simultan adalah kebijakan yang sempurna menurut pandangan kami," kata Cabana, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (1/3/2021).
Cabana menyebut Operation Twist "membunuh tiga burung dengan satu batu". Yang pertama menaikkan yield jangka pendek, kemudian stabilitas yield jangka panjang, serta tidak akan menaikkan balance sheet.
Selain Operation Twist, The Fed juga diperkirakan akan menaikkan Interest Rate on Excess Reserves (IOER) dari 0,1% menjadi 0,15%, serta menaikkan suku bunga repo overnight dari 0% menjadi 0,5%.
"Pasar akan menyambut baik kenakan IOER begitu juga panduan lainnya yang dilakukan dengan tujuan menurunkan kurva yield dan mempertahankan perekonomian pada jalur pemulihan," kata Joseph Brusuelas, ekonom di RSM, sebagaimana dilansir CNBC International.
Jika The Fed benar menerapkan kebijakan tersebut, maka rupiah berpeluang mencatat penguatan di pekan ini.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Pola Shooting Star Bisa Bawa Rupiah Melesat
