
Bos Bank Sentral Ogah Kerek Suku Bunga, Dolar Australia Keok!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia melemah melawan rupiah pada perdagangan Rabu (10/3/2021) setelah bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA) menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga hingga tahun 2024.
Pada pukul 10:54 WIB, AU$ 1 setara Rp 11.040,96, dolar Australia melemah 0,5% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Kemarin, mata uang Negeri Kanguru ini melesat lebih dari 1% setelah tingkat keyakinan bisnis naik ke level tertinggi dalam satu dekade terakhir.
Gubernur RBA, Philip Lowe, yang berbicara di Australian Financial Review, menegaskan suku bunga rendah masih diperlukan untuk membangkitkan perekonomian.
Lowe mengatakan, suku bunga rendah memang akan memicu kenaikan harga rumah dalam beberapa tahun, tetapi belum terlihat akan ada kenaikan gaji dalam waktu dekat, sehingga suku bunga masih akan tetap rendah.
Selain pertumbuhan gaji, inflasi juga diperkirakan masih akan rendah.
"Poin yang ingin saya tekankan (sebelum menaikkan suku bunga) adalah inflasi perlu berada di rentang 2% sampai 3%, gaji perlu tumbuh lebih tinggi dari saat ini," kata Lowe sebagaimana dilansir The Guardian.
"Perkiraan RBA, kita tidak akan melihat pertumbuhan gaji konsisten dengan inflasi sebelum tahun 2024. Itu adalah dasar penilaian kami, dan suku bunga masih akan bertahan di level saat ini (0,1%) setidaknya hingga tahun 2024," tambahanya.
Pernyataan Lowe tersebut diberikan meski serangkaian data ekonomi Australia menunjukkan pemulihan belakangan ini.
Kemarin, National Australia Bank (NAB) melaporkan indeks keyakinan bisnis naik menjadi 16 di bulan Februari, dari bulan sebelumnya 12. Indeks ini menggunakan angka 0 sebagai ambang batas, di atasnya berarti wirausahawan melihat kondisi bisnis yang membaik, sementara di bawah 0 berarti memburuk.
Angka indeks 16 merupakan yang tertinggi sejak Februari 2010, ketika itu indeks keyakinan bisnis Australia mencapai 19.
"Ini adalah hasil survei yang bagus. Kondisi dan keyakinan bisnis keduanya mencapai level tertinggi satu dekade, dan yang paling penting kita melihat peningkatan perekrutan tenaga kerja serta aktivitas investasi," kata Alan Oster, ekonom NAB sebagaimana dilansir Reuters Selasa (9/3/2021).
"Perusahaan-perusahaan mulai beroperasi lebih tinggi dari kapasitas rata-rata dan hal tersebut memberitahu kita jika perekonomian kemungkinan sudah pulih dari kemerosotan akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) di kuartal I-2021," tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'
