Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah juga hijau di perdagangan pasar spot.
Pada Rabu (10/3/2021), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.421. Rupiah menguat 0,32% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Mata uang Tanah Air juga terapresiasi di pasar spot. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.380 di mana rupiah menguat tipis 0,07%.
Namun rupiah tetap wajib waspada karena mata uang utama Asia lainnya melemah di hadapan dolar AS. Ya, rupiah jadi satu-satunya mata uang yang mampu menguat. Jadi masih ada risiko rupiah bisa terbawa arus pelemahan mata uang Asia.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 10:01 WIB:
Halaman Selanjutnya --> Awas, Dolar AS Masih Buas!
Rupiah memang mesti waspada karena dolar AS sedang 'mengamuk'. Pada pukul 09:18 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,21%.
Dolar AS masih melanjutkan tren keperkasaan. Dalam sebulan terakhir, Dollar Index melesat 1,34% dan sejak awal tahun kenaikannya mencapai 2,47%.
Hari ini imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS memang turun. Pada pukul 09:29 WIB, yield surat utang pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden tenor 10 tahun turun 7 basis poin (bps) menjadi 1,5368%.
Sebelumnya, kenaikan yield menjadi faktor utama penopang penguatan dolar AS. Namun ternyata koreksi yield belum membuat dolar AS terdepresiasi.
"Penguatan dolar AS dalam dua atau tiga pekan terakhir didorong oleh yield riil. Ini adalah selisih antara yield dengan inflasi," kata Mayank Mishra, FX Strategist di Standard Chartered yang berbasis di Singapura, seperti dikutip dari Reuters.
Per Januari 2021, inflasi AS tercatat 1,37% year-on-year/YoY. Dengan yield obligasi tenor 10 tahun di 1,5368%, maka yield riil menjadi sekitar 0,17%.
Betul yield riil menjanjikan keuntungan yang minim. Namun perlu dicatat sebelumnya keuntungan riil yang didapat sempat negatif. Artinya, berinvestasi di obligasi pemerintah Negeri Paman Sam bukannya untung malah buntung.
Jadi walau cuma memberi cuan nol koma sekian persen, itu sudah lebih baik ketimbang boncos. Ini membuat berinvestasi di obligasi pemerintah AS menjadi menarik sehingga otomatis mendongkrak permintaan mata uang Negeri Adidaya.
Oleh karena itu, posisi rupiah belum aman betul. Apalagi penguatan rupiah sangat terbatas. Jika arus keperkasaan dolar AS terlalu kuat, maka bukan tidak mungkin rupiah kembali terseret ke zona merah.
TIM RISET CNBC INDONESIA