Beli Dolar Bukan Untung Malah Buntung, Mending Rupiah Dong...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 September 2020 09:03
Suasana Kawasan penukaran uang lusuh di Area Gedung Bank Indonesia,  Jakarta,  Kamis (1/2/2018). CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Tidak adanya sentimen negatif dari dalam negeri membuat rupiah nyaman melaju di jalur hijau.

Pada Rabu (16/9/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.780 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,37% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya,

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan penguatan 0,17% di hadapan dolar AS. Ini menjadi kali pertama mata uang Tanah Air mencatat apresiasi setelah lima hari beruntun paling banter cuma bisa stagnan.

Namun hari ini sepertinya rupiah tidak akan menemui hambatan berarti. Dari dalam negeri, berbagai sentimen negatif mulai dari hubungan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) atau penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang lebih ketat di DKI Jakarta sudah selesai dicerna. Pelaku pasar sudah move on.

Sementara dari sisi eksternal, sentimen yang beredar mendukung keperkasaan rupiah. Saat ini dolar AS masih belum bisa lepas dari tekanan. Sejak awal kuartal III-2020, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) anjlok 4,33%.

Pekan ini, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan menggelar rapat bulanan untuk menentukan suku bunga acuan. Pasar memperkirakan Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega akan mempertahankan Federal Funds Rate di kisaran 0-0,25%.

Bahkan kemungkinan suku bunga acuan Negeri Paman Sam akan bertahan rendah hingga 2023. Ini terlihat dari dotplot Federal Funds Rate terbaru.

fedFederal Open Market Committee

"Kita boleh berharap The Fed baru akan menaikkan suku bunga pada 2023. Namun kalau ternyata ada perubahan, misalnya kenaikan suku bunga bisa lebih awal, maka pasar saham akan terkena aksi jual massal (sell-off) dan dolar AS menjalani reli," kata Greg Anderson, Global Head Strategy di BMO Capital yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.

Suku bunga rendah akan menekan imbalan investasi di aset-aset berbasis dolar AS, terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Saat ini, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun adalah 0,6739%. Ambles 123,61 basis poin (bps) dibandingkan posisi akhir 2019.

Sedangkan laju inflasi AS pada Agustus tercatat 1,31% year-on-year (YoY). Yield obligasi AS lebih rendah dari inflasi, jadi sejatinya berinvestasi di surat utang pemerintahan Presiden Donald Trump bukannya untung malah buntung. Nombok...

Situasi seperti ini yang akan memberikan tekanan terhadap dolar AS dalam jangka panjang. Saat dolar AS menjalani tren pelemahan, mata uang lainnya tentu akan cenderung menguat. Semoga rupiah jadi salah satunya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar AS Balas Dendam, Rupiah Dibikin KO Hari Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular