
Kabar Baik Jadi Buruk, Jangan Kaget Jika IHSG ke Bawah 6.200

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 1,34% ke 6.290,799 pada perdagangan Kamis kemarin, investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 353 miliar di pasar reguler, dengan nilai transaksi mencapai Rp 14,4 triliun.
Nasib IHSG kemungkinan besar masih belum akan membaik pada perdagangan hari ini, Jumat (5/3/2021), sebab bursa saham Amerika Serikat (AS) merosot tajam pada perdagangan Kamis waktu setempat. Bursa saham Asia yang sudah dibuka menyusul, indeks Nikkei Jepang dan Kospi Korea Selatan sudah turun lebih dari 1%.
Penyebab buruknya kinerja bursa saham global lagi-lagi adalah yield obligasi (Treasury) AS yang kembali menanjak.
Kemarin, yield Treasury tenor 10 tahun naik 8,01 basis poin ke 1,5484%. Level tersebut merupakan penutupan perdagangan tertinggi di tahun ini, dan sejak Februari 2020 lalu.
Pada Kamis pekan lalu, yield ini memang sempat menembus level 1,6%, tetapi setelahnya terpangkas dan mengakhiri perdagangan di 1,5150%
Dengan yield yang berada di level tertinggi sebelum virus corona belum dinyatakan sebagai pandemi dan The Fed belum membabat habis suku bunganya menjadi 0,25%, artinya pelaku pasar melihat perekonomian AS sudah pulih dari kemerosotan.
Perangkat GDPNow milik Federal Reserve (The Fed) Atlanta menunjukkan PDB di kuartal I-2021 akan tumbuh 10%.
Tidak hanya di kuartal I saja, momentum pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan akan berlanjut sepanjang 2021, sehingga menunjukkan kurva V-shape.
"Pemulihan PDB dengan kurva V-shape akan tetap seperti itu di semester pertama tahun ini dan akan kemungkinan akan berlanjut hingga akhir tahun," kata Ed Yardeni dari Yardeni Research dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International, Selasa (2/3/2021).
"Namun tidak akan ada lagi 'pemulihan' setelah kuartal I sebab PDB riil sudah pulih. Oleh karena itu, nantinya akan menjadi 'ekspansi' PDB di rekor tertinggi," tambahnya.
Namun, kabar baik pulihnya ekonomi AS menjadi kabar buruk bagi pasar saham, sebab ada risiko bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mengurangi program pembelian aset (quantitative easing/QE) lebih cepat dari perkiraan.
"Kita kembali pada kabar baik untuk perekonomian menjadi kabar buruk bagi pasar. Saat yield terus naik akibat ekspektasi pertumbuhan ekonomi, pasar saham menjadi terpukul," kata Chris Zaccarelli, kepala investasi di Independent Advisor Alliance, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (4/3/2021).
Secara teknikal, IHSG yang kembali ke bawah 6.300 tentunya memberikan tekanan lebih besar.
IHSG kini semakin dekat rerata pergerakan 50 hari (moving average/MA50) yang menjadi penahan koreksi IHSG dalam beberapa pekan terakhir.
Pada perdagangan Selasa (2/3/2021) kemarin, muncul lagi pola Doji, secara psikologis pola ini mengindikasikan pasar masih kebingungan menentukan kemana arah IHSG.
Dengan munculnya pola Doji, peluang IHSG melesat atau ambrol sama besarnya.
Sehari setelahnya, pola yang sama juga muncul lagi.
![]() Foto: Refinitiv |
Sementara itu Indikator stochastic pada grafik harian mulai keluar dari wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic pada grafik 1 jam juga berada di dekat wilayah oversold, yang berisiko memicu koreksi.
![]() Foto: Refinitiv |
Support terdekat kini berada di kisaran 6.260, jika mampu ditembus IHSG berisiko turun ke 6.210 (kisaran MA 50). Ke depannya jika masih mampu bertahan di atas MA 50, IHSG berpeluang rebound kembali. Tetapi jika MA 50 ditembus dan tertahan di bawahnya, bursa kebanggaan Tanah Air ini berisiko merosot semakin dalam.
Sementara itu 6.300 kini menjadi resisten terdekat, jika kembali ke atasnya IHSG berpeluang menguat ke 6.340.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Dibuka Hijau, IHSG Sempat Sentuh Rekor Lagi