Setelah Merosot Tajam, Kurs Dolar Singapura ke Atas Rp 10.700

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 March 2021 12:28
FILE PHOTO: A Singapore dollar note is seen in this illustration photo May 31, 2017.     REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo
Foto: Dollar Singapur (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura menguat melawan rupiah pada perdagangan Kamis (4/3/2021) setelah turun cukup tajam pada perdagangan Rabu kemarin. Memburuknya sentimen pelaku pasar membuat rupiah tertekan, dan dolar Singapura mampu bangkit.

Pada pukul 11:37 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.717,77, dolar Singapura menguat 0,31% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Kemarin Mata Uang Negeri Merlion ini merosot 0,61%. Penurunan tersebut terbilang cukup tajam, sebab penguatan dalam 2 hari sebelumnya langsung terbabat habis.

Sentimen pelaku pasar yang tak baik hari ini terlihat dari merosotnya bursa saham Asia. Sebenarnya, sentimen pelaku pasar sudah mulai memburuk sejak perdagangan sesi Amerika Serikat Rabu kemarin, yang menyebabkan Wall Street rontok.

Kembali naiknya yield obligasi AS (Treasury) membuat sentimen pelaku pasar memburuk, dan menghindari aset-aset berisiko. Rupiah sebagai mata uang emerging market tentunya juga dianggap lebih berisiko, sehingga ikut mengalami tekanan.

Yield Treasury AS tenor 10 tahun kemarin naik 5,54 basis poin ke 1,4704%, sebelumnya bahkan sempat menyentuh level 1,498%.

Posisi yield ini masih berada di level tertinggi sejak Februari 2020, atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi dan sebelum bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membabat habis suku bunganya menjadi 0,25%.

Pada pekan lalu, yield Treasury tenor 10 tahun ini bahkan mencapai 1,6%.

Tidak hanya di Negeri Paman Sam, kenaikan yield obligasi juga terjadi di negara-negara Eropa. Yield obligasi tenor 10 tahun Jerman misalnya, meski masih negatif tetapi sudah berada di level tertinggi dalam satu tahun terakhir.

Para anggota dewan ECB pada akhir Februari lalu sudah membahas kenaikan yield yang disebut "tidak diinginkan dan harus dilawan". Sebab jika yield obligasi terus naik, maka biaya pinjaman juga akan menanjak dan berisiko menghambat laju pemulihan ekonomi.

"Kita punya cara untuk melawan ini (kenaikan yield)," kata Jens Weidmann, Gubernur Bundesbank yang juga anggota dewan ECB, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (4/3/2021).

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Siap-siap! Dolar Australia Sebentar Lagi Tembus Rp 10.500

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular