
Surplus Neraca Dagang Rekor, Kurs Dolar Australia Melesat

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia menguat melawan rupiah pada perdagangan Kamis (4/3/2021) pagi, setelah rilis data menunjukkan neraca dagang mencatat surplus tertinggi sepanjang masa.
Pada pukul 10:51 WIB, AU$ 1 setara Rp 11.131,52, dolar Australia menguat 0,54% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Biro Statistik Australia pagi tadi melaporkan surplus neraca dagang di bulan Januari sebesar US$ 10,1 miliar, yang merupakan rekor surplus bulanan. Ekspor di bulan Januari tercatat tumbuh 6% year-on-year (YoY), sementara impor turun 2% YoY.
Pada ekonom sebelumnya memprediksi surplus neraca dagang Australia sebesar US$ 6 miliar.
"Cara yang sangat baik mengawali tahun" kata Andrew Hanlan, ekonom dari Westpac Banking Corp., sebagaimana dilansir The West, Kamis (4/3/2021).
"Rekor surplus neraca dagang baru, melewati rekor US$ 9,6 miliar yang dicapai bulan Maret tahun lalu," tambahnya.
Sementara itu penjualan ritel di bulan Januari naik 0,5% dari bulan sebelumnya menjadi US$ 30,5 miliar. Sementara jika dilihat dari Januari 2020, kenaikan tercatat sebesar 10,6%.
Belanja rumah tangga yang tercermin dari penjualan ritel merupakan motor utama penggerak ekonomi di kuartal IV-2020.
"Ini karena rumah tanggal... mereka mulai melakukan konsumsi karena yakin dengan kondisi perekonomian," kata Menteri Keuangan Australia, Josh Frydenberg.
"Dengan dimulainya vaksinasi, saya pikir kita akan melihat keyakinan yang semakin meluas," tanbahnya.
Biro Statistik Australia kemarin melaporkan produk domestik bruto (PDB) kuartal IV-2020 tumbuh 3,1% dari kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/QtQ).
Rilis tersebut lebih tinggi dari hasil survei Reuters terhadap para ekonomi yang memprediksi pertumbuhan sebesar 2,5%. Di kuartal III-2020, PDB Australia juga tumbuh 3,4%, tetapi sepanjang tahun 2020 mengalami kontraksi 1,1%.
Hal tersebut terjadi akibat kontraksi tajam 7% di kuartal II-2020 dan 0,3% di kuartal I-2020.
Pemulihan ekonomi Australia disebut membentuk kurva V-shape, meski pasar tenaga kerja dikatakan masih lemah, begitu juga dengan inflasi.
"Pemulihan ekonomi V-shape terjadi dimana-mana, pertumbuhan ekonomi, pasar tenaga kerja, penjualan ritel, hingga pasar perumahan," kata Craig James, ekonom di CommSec, sebagaimana dilansir Reuters Rabu (3/3/2021).
"Namun, pekerjaan masih belum selesai. Perekonomian masih sekitar 1% lebih rendah ketimbang satu tahun yang lalu. Tingkat pengangguran masih terlalu tinggi, inflasi serta pertumbuhan gaji masih terlalu rendah," tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
