Tembus US$ 85,5/Ton, Harga Batu Bara Tertinggi dalam 3 Minggu

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
04 March 2021 09:10
Pekerja melakukan bongkar muat batu bara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (23/2/2021). Pemerintah telah mengeluarkan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adapun salah satunya Peraturan Pemerintah yang diterbitkan yaitu Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu Bara di Terminal Tanjung Priok. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kontrak futures (berjangka) batu bara termal ICE Newcastle kembali ditutup menguat pada perdagangan kemarin, Rabu (3/3/2021). Harga kontrak batu bara yang aktif ditransaksikan di bursa berjangka tersebut naik 0,77% dan tembus US$ 85,5/ton.

Kenaikan harga si batu hitam ke level US$ 85/ton membawanya kembali ke posisi tertinggi dalam tiga minggu terakhir. Di minggu ini harga bahan bakar fosil ini sudah terapresiasi 2%. Namun jika dibandingkan dengan periode seminggu yang lalu, harga batu bara telah melesat 11,5%. 

Volatilitas harga batu bara di tahun ini memang tinggi. Sekalinya naik maka apresiasinya tajam. Namun ketika turun harganya juga anjlok signifikan. Harga batu bara bisa dibilang sudah pulih dari gempuran pandemi Covid-19. 

Penguatan harga komoditas tambang unggulan Australia dan Indonesia ini juga ditopang oleh naiknya harga bahan bakar fosil yang lain seperti minyak mentah dan gas alam. Harga minyak mentah dan gas alam sudah melesat dobel digit sejak awal tahun. 

Tahun lalu harga batu bara termal drop sampai ke level US$ 50/ton. Hal ini membuat banyak penambang batu bara asal Australia mengalami kerugian.

Argus Media melaporkan semua perusahaan mempertahankan produksi selama periode harga rendah, yang berlangsung dari Mei hingga November, karena mereka terikat pada kontrak pengambilan atau pembayaran volume tetap untuk menggunakan infrastruktur kereta api dan pelabuhan pihak ketiga.

Kontrak-kontrak ini berarti bahwa sulit bagi perusahaan pertambangan batu bara Australia untuk melenturkan produksi sebagai respons terhadap kondisi pasar, meskipun kelebihan kapasitas di beberapa sistem pelabuhan dan kereta api dapat meningkatkan fleksibilitas.

Biaya tambang terbilang cukup tinggi selama tahun lalu. Hal ini disebabkan karena biaya mitigasi Covid-19 mengimbangi keuntungan dari biaya solar dan bahan habis pakai yang lebih rendah.

Sebagian besar perusahaan mengarahkan biaya yang lebih tinggi pada tahun 2021, sebagian besar karena dolar Australia yang lebih kuat dan beberapa inflasi pertambangan yang lebih luas terkait dengan tambang yang lebih tua dan nisbah kupas yang tinggi.

Namun dengan rata-rata harga yang lebih tinggi di tahun ini dan sudah menyentuh level US$ 80/ton, diharapkan bisa menaikkan profitabilitas penambang. Harga batu bara diperkirakan bakal lebih tinggi di tahun ini dibanding tahun lalu. 

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan harga batu bara Australia bakal ke US$ 63,5/ton di tahun 2021, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga tahun lalu yang berada di US$ 59,6/ton.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dua Hari Terakhir Harga Batu Bara Meroket Lagi, Ini Pemicunya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular