Sahamnya Naik 340%, BVIC Mau Tambah Modal & Jadi Bank Digital

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
03 March 2021 15:30
Bank Victoria Rilis Obligasi Rp 150 M (CNBC Indonesia TV)
Foto: Bank Victoria Rilis Obligasi Rp 150 M (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten bank, PT Bank Victoria Tbk (BVIC) menyatakan akan memenuhi peraturan OJK mengenai konsolidasi bank yang mewajibkan modal inti bank sebesar Rp 3 triliun pada 2023.

Mengacu laporan keuangan perseroan sampai dengan periode kuartal ketiga 2020, modal inti BVIC tercatat sebesar Rp 1,92 triliun. Adapun skema penambahan modal akan dilakukan melalui penyuntikan modal dari pemegang saham perseroan maupun dari aksi korporasi seperti melalui rights issue.

"Kami berkomitmen untuk memenuhi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan meningkatkan secara organik. Kami juga ada rencana penambahan modal berasal dari pemegang saham dan aksi korporasi lainnya," kata CEO Bank Victoria, Ahmad Fajar, dalam paparan publik insidentil yang diselenggarakan virtual, Rabu (3/3/2021).

Lebih lanjut dijelaskan Fajar, saat ini, pemegang saham eksisting perseroan, Victoria Investama sebagai induk dari Victoria Grup dan DEG-Deutsche Investitions- und Entwicklungsgesellschaft, tetap berkomitmen dalam pengembangan perusahaan untuk jangka panjang

"Kami sudah merencanakan peningkatan modal inti secara organik dari laba bersih, jika masih kurang, dari grup kita akan ada dari Victoria Grup dan DEG Jerman ada penambahan, atau dari aksi korporasi bisa melakukan rights issue," ujarnya lagi.

Meski demikian, Ahmad belum merinci lebih detail mengenai rencana aksi korporasi yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini. Hanya saja, perseroan saat ini sedang fokus melakukan transformasi digital.

Sementara itu, terkait rencana penerbitan obligasi yang nilainya diperkirakan akan lebih dari Rp 200 miliar, Rusli Lim, Wakil Direktur Utama Bank Victoria menyampaikan, perseroan masih mempertimbangkan kondisi pasar.

"Kondisi pandemi menyebabkan demand terhadap surat berharga korporasi menjadi berkurang, pasar meminta yield yang lebih tinggi, kami akan menganalisa cost of fund masih masuk rencana jangka panjang atau jangka pendek," ujarnya.

Tekan NPL

Lebih lanjut diakui Rusli, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross perseroan sampai dengan periode September 2020 cukup tinggi, yakni 8,29% meningkat dari tahun 2019 sebesar 6,77%.

Kondisi tersebut imbas pandemi Covid-19 yang berdampak terhadap terganggunya hampir seluruh bisnis yang dialami nasabah Bank Victoria karena kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Untuk menekan NPL tersebut, kata Rusli, perseroan melakukan strategi dengan menjual aset non produktif untuk mengurangi porsi pinjaman nasabah.

"Kalau prospek bisnisnya sudah tidak ada, ujungnya salah satu cara penjualan aset. Kita harus melihat, kooperatif atau tidak, kalau kooperatif jual aset AJB, kita hindari forced sell, lelang, hostile karena cost terlalu mahal. Kalau tidak manjur, ujungnya melakukan forced sell, itu cara terakhir," katanya.

Sementara itu, jika secara bisnis masih punya prospek yang bagus, maka kredit tersebut akan direstrukturisasi. Rusli mengatakan, sampai saat ini, kredit perseroan yang direstrukturisasi akibat pandemi Covid-19 mencapai 30-40% dari total kredit.

Adapun, loan at risk Bank Victoria mencapai 31% dari rata-rata industri pada kisaran 30% sampai dengan 40%. "Kita harapkan, tidak semuanya memburuk, kami percaya, adanya vaksinasi yang berjalan, semester kedua better dari semester pertama, titik cerah akselerasi pertumbuhan ekonomi ada di semester kedua," pungkasnya.

Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang mengenakan sanksi penghentian sementara saham BVIC setelah bergertak tak wajar dalam beberapa pekan ini. Harga saham BVIC dalam sepekan tercatat naik 54% dan jika dihitung dari awal tahun, harga sahamnya sudah naik 340%.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kejar Modal Inti, Bank Victoria Jajaki Investor Potensial

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular