Mohon Maaf, Ternyata Dolar Masih Terlalu Perkasa Buat Rupiah!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 March 2021 10:28
Ilustrasi Rupiah
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah pun masih agak galau di perdagangan pasar spot.

Pada Selasa 92/3/2021), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.307. Rupiah melemah 0,05% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Sementara di pasar spot, rupiah belum menentukan bentuk permainan terbaik. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.280 di mana rupiah melemah 0,28%.

Rupiah mengawali perdagangan pasar spot dengan stagnasi di Rp 14.250/US$. Beberapa menit kemudian rupiah sempat menguat tipis 0,07%, tetapi ternyata tidak bertahan lama.

Nasib rupiah serupa dengan para tetangganya. Mayoritas mata uang utama Asia tidak berdaya menghadapi dolar AS, hanya yen Jepang dan ringgit Malaysia yang bisa menguat.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang Utama Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 10:06 WIB:

Halaman Selanjutnya --> Tanda Kebangkitan Ekonomi AS Kian Terlihat

Dolar AS ternyata tidak hanya perkasa di Asia, tetapi juga di level dunia. Pada pukul 09:20 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,09%.

Dolar AS diuntungkan oleh pemulihan ekonomi AS yang terus berlangsung. Institute of Supply Management (ISM) melaporkan, aktivitas manufaktur yang diukur dari Purchasing Managers' Index (PMI) berada di 60,8 pads Februari 2021. Ini adalah titik tertinggi sejak Februari 2018.

Data itu menunjukkan bahwa ekonomi Negeri Paman Sam dalam jalur yang benar untuk 'tinggal landas'. Ketika ekonomi pulih, lapangan kerja terbuka lebih luas, maka permintaan akan terdongkrak sehingga menciptakan tekanan inflasi.

The Federal Reserve/The FEd (bank sentral AS) punya target inflasi 2%, Ukuran inflasi bagi The Fed adalah Personal Consumption Expenditure (PCE) inti, yang per Januari 2021 adalah 1,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).

Namun jika ekonomi AS semakin kuat, permintaan kian mantap, maka bukan tidak mungkin target inflasi 2% akan tercapai dalam waktu dekat. Saat tekanan inflasi mulai terasa, maka The Fed tentu akan mempertimbangkan untuk mengurangi 'dosis' stimulus moneter. Awalnya adalah dengan mengurangi nilai pembelian surat berharga di pasar keuangan (quantitative easing) dan dilanjutkan dengan menaikkan Federal Funds Rate.

"Pelaku pasar yakin terhadap laju pemulihan ekonomi AS yang cepat dan meluas. Oleh karena itu, ekspektasi bahwa pengetatan (tapering) akan terjadi sudah terbentuk. Kami memperkirakan tapering akan dimulai pada akhir 2021," sebut riset ING.

Kenaikan suku bunga acuan akan membuat aset-aset berbasis dolar AS (terutama instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) kembali menarik karena menawarkan cuan yang lebih besar. Ini tentu bukan kabar baik bagi pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Nasib rupiah jadi samar-samar.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular