Restrukturisasi Kredit Capai Rp 987 T, Leasing Tembus Rp194 T

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
01 March 2021 07:09
Deretan Mobil di IIMS 2018
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah resmi memperpanjang restrukturisasi kredit hingga Maret 2022. Kebijakan ini diharapkan dapat meringan beban debitur di masa pandemi Covid-19, sehingga bisnisnya bisa terus berjalan.

Hingga saat ini kebijakan restrukturisasi kredit perbankan dan perusahaan pembiayaan masih terus berjalan.

Hingga 8 Februari 2021, restrukturisasi kredit perbankan sudah mencapai Rp 987,48 triliun dari 7,94 juta debitur. Tercatat sektor UMKM mencapai 6,15 juta debitur dengan nilai Rp 388,33 triliun. Sementara non UMKM mencapai 1,79 juta debitur dengan nilai Rp 599,15 triliun.

Sementara itu, restrukturisasi perusahaan pembiayaan (multifinance atau leasing) hingga 8 Februari sudah mencapai Rp 193,5 triliun untuk 5,04 juta kontrak yang disetujui.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan relaksasi kebijakan prudensial sektor jasa keuangan secara temporer ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan kredit yang lebih cepat dengan mempertimbangkan adanya unsur idiosyncratic pada sektor jasa keuangan.

"OJK berkomitmen kuat untuk mendukung program percepatan pemulihan ekonomi nasional dan telah mengeluarkan kebijakan stimulus lanjutan secara terukur dan tepat waktu untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional," kata Wimboh dalam siaran resminya, dikutip Minggu (28/2/2021).

Di tengah moderasi kinerja intermediasi, profil risiko lembaga jasa keuangan pada Januari 2021 masih terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,17% (NPL net: 1,03%) dan Rasio NPF Perusahaan Pembiayaan sebesar 3,9%. Risiko nilai tukar perbankan masih terjaga pada level yang rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) Januari 2021 sebesar 1,73%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%.

Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per 17 Februari 2021 terpantau pada level 157,14% dan 33,85%, di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.

Permodalan lembaga jasa keuangan sampai saat ini relatif terjaga pada level yang memadai.

Capital Adequacy Ratio (CAR, rasio kecukupan modal) perbankan tercatat sebesar 24,50 % serta Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 535% dan 329%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%. Begitupun gearing ratio Perusahaan Pembiayaan yang tercatat sebesar 2,11%, jauh di bawah maksimum 10%.

"Ke depan, OJK akan terus mengoptimalkan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan peran sektor jasa keuangan. Kami juga terus memperkuat sinergi dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan," katanya.

NEXT: Alasan restrukturisasi diperpanjang

Sebelumnya, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK Bambang Widjanarko mengatakan salah satu alasan perpanjangan restrukturisasi adalah masa pandemi yang belum berakhir. Namun dia mengingatkan kebijakan ini tidak berlangsung selamanya, untuk menghindari moral hazard yang muncul di kemudian hari.

Jika debitur bisa selamat dan terus melakukan aktivitasnya maka ekonomi bisa terus berjalan, apalagi jika sebelumnya bagus dan hanya terkendala Covid-19 ini. Langkah ini juga diharapkan membantu perbankan dalam menata kinerja keuangannya terutama dari sisi mitigasi risiko kredit.

"Maka untuk mengantisipasi dampak lanjutan kita juga harus melihat banknya, Covid-19 belum ketahuan kapan berakhir sehingga stimulus masih dibutuhkan. Yang diatur adalah sama dengan POJK 11, penetapan kualitas kredit kemudian kualitas lancar bagi yang direstrukturisasi, tetapi ada juga ditambahkan tentang penerapan manajemen risiko," kata Bambang dalam konferensi pers virtual, Jumat (26/02/2021).

Dia mengatakan ada beberapa tujuan dari perpanjangan restrukturisasi, yakni bagaimana optimalisasi kinerja perbankan, sehingga bisa melanjutkan upaya perbaikan.

Kemudian menjaga stabilitas sistem keuangan, apalagi karena kondisi Covid-19 belum selesai, jadi stabilitas perlu dijaga sehingga POJK ini diperpanjang.

Selain itu perpanjangan restrukturisasi juga dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dengan menerapkan prinsip kehati-hatian,sehingga perlu ditingkatkan manajemen risiko di perbankan.

"Lalu untuk menghindari adanya moral hazard jangan sampai policy ini dianggap yang sifatnya permanen. Tapi ini sementara, kondisi ini semuanya sementara dan bisa dikatakan kondisi secara Covid-19 ini belum selesai," katanya.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article OJK Sebut Sektor Keuangan Stabil di Januari, Ini Buktinya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular