'Hilal' Pemulihan Ekonomi Terlihat, Obligasi AS Menggeliat

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
01 March 2021 07:00
Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemulihan ekonomi dunia sepertinya semakin terlihat arahnya. Karena jumlah kasus aktif virus corona (Covid-19) yang mulai menurun dan proses vaksinasi yang sudah mulai masif dijalankan.

Di Amerika Serikat (AS), sinyal positif pemulihan ekonomi pun mulai terlihat. Ditandai dengan rilis data-data ekonomi AS yang menunjukkan hasil positif dan proses vaksinasi yang massif.

Sinyal positif dari pemulihan inilah yang membuat pergerakan imbal hasil obligasi (yield) pemerintah AS (US Treasury Bond) bergerak naik cukup signifikan sepanjang pekan lalu. Walaupun beberapa kali sempat turun, namun kembali naik yang menandakan bahwa investor obligasi di AS sedang melepas obligasi tersebut.

Berdasarkan data dari situs World Government Bond, yield obligasi pemerintah AS acuan tenor 10 tahun per akhir pekan lalu Jumat (26/2/2021) kembali turun 12,3 basis poin (bp) ke level 1,407%.

US Treasury Bond 10 yearsFoto: worldgovernmentbonds.com
US Treasury Bond 10 years

Kembali turunnya yield surat utang AS tersebut terjadi setelah pengumuman indeks harga pengeluaran konsumsi personal (Personal Consumption Expenditure/PCE) AS yang naik sedikit pada periode Januari 2021 lalu.

Indeks PCE menguat 0,3% pada Januari, atau hanya sedikit di atas ekspektasi pasar sebesar 0,2%. Secara tahunan indeks tersebut tercatat sebesar 1,5% atau sama dengan estimasi Dow Jones.

Imbal hasil obligasi AS yang cenderung volatil tersebut memang sempat menurun sebelum penurunan pada perdagangan akhir pekan ini. Penurunan sebelumnya lebih diakibatkan oleh pelaku pasar menerima pernyataan ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell.

Powell mengatakan perekonomian AS masih jauh dari kata pulih dari kemerosotan akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Oleh karena itu, bantuan dari kebijakan moneter longgar masih diperlukan.

The Fed saat ini menerapkan kebijakan suku bunga rendah 0,25%, dan masih akan dipertahankan hingga 2 tahun ke depan. Hal tersebut tercermin dari data dari Fed Dot Plot, yang menggambarkan proyeksi suku bunga para pembuat kebijakan (Federal Open Market Committee), menunjukkan suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2023.

Selain itu, ada juga kebijakan pembelian aset atau yang dikenal dengan istilah quantitative easing (QE) nilainya mencapai US$ 120 miliar per bulan.

"Perekonomian AS masih jauh dari target inflasi dan pasar tenaga kerja kami, dan kemungkinan memerlukan waktu cukup lama untuk mendapatkan kemajuan yang substansial," kata Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam testimoninya di hadapan Komite Perbankan Senat, Kongres AS, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (24/2/2021).

Namun, walaupun sempat turun, pola pergerakan imbal hasil obligasi AS masih membentuk tren kenaikan dan tentunya masih di level tinggi.

Sepanjang tahun berjalan, yield obligasi acuan itu telah naik lebih dari 50 bp atau setara dengan 0,5%. Kenaikan obligasi 10 tahun ini bakal memicu lonjakan beban bunga kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan mobil/motor (KPM) di AS.

Imbal hasil yang tinggi juga mendorong investor untuk berpindah dari saham ke obligasi. Sebagai perbandingan imbal hasil dividen (dividen yield) indeks S&P 50-yang premi risikonya lebih tinggi dari obligasi-kini berada di level 1,47% atau kalah dari yield SBN 10 tahun (1,5%).

"Jika melihat yield riil, mereka terlalu rendah jika mempertimbangkan ekspektasi pertumbuhan dan sepertinya yield riil dalam jangka panjang akan terus menguat seiring dengan membaiknya data ekonomi," tutur Charlie Ripley, perencana investasi senior Allianz Investment Management, dikutip CNBC International.

Kenaikan yield itu juga terjadi di tengah ekspektasi bahwa ekonomi AS akan membaik di tengah vaksinasi dan kucuran stimulus fiskal US$ 1,9 triliun. Partai Demokrat sejauh ini berjuang untuk meloloskan stimulus tersebut, yang dibarengi kenaikan upah minimum sebesar US$ 15/pekerja.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BNI Berencana Rilis Global Bond Senilai US$ 500 Juta, Ini Detilnya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular