Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan domestik ditutup tak kompak pada perdagangan kemarin, Rabu (24/2/2021). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah, nilai tukar rupiah menguat dan harga Surat Berharga Negara (SBN) cenderung variatif.
Mayoritas indeks saham kawasan Asia ditutup di zona merah, termasuk IHSG. Namun koreksi yang dialami indeks saham acuan bursa nasional itu tak separah negara lain. IHSG turun 0,35%. Sementara mayoritas indeks Asia Pasifik melemah lebih dari 0,5%.
Hanya Straits Times (Singapura) dan Sensex (India) yang berhasil selamat dan finish di zona hijau. Masing-masing naik 1,33% dan 0,5%. Penurunan harga saham di kawasan Asia Pasifik merupakan koreksi sehat karena sebelum-sebelumnya harga aset ekuitas Asia naik saat Wall Street terkoreksi.
Di dalam negeri, saat IHSG turun 0,35% ada 198 saham yang menguat, 275 turun dan sisanya 169 stagnan. Kendati turun, investor asing justru belanja. Asing membeli bersih saham-saham perusahaan Indonesia sebesar Rp 245 miliar.
Berbeda nasib dengan IHSG, nilai tukar rupiah justru mengalami penguatan. Di pasar spot untuk US$ 1 dibanderol Rp 14.080 atau menguat 0,07% dibanding posisi penutupan perdagangan sebelumnya.
Sementara itu harga SBN cenderung bergerak variatif. Hal ini tercermin dari imbal hasil (yield) nominalnya. Untuk SBN tenor 10 tahun yang menjadi acuan, harganya mengalami apresiasi seiring dengan penurunan yield nominal sebesar 9,3 basis poin (bps).
Apresiasi rupiah dan SBN tenor 10 tahun yang berdenominasi rupiah tak luput dari penurunan yield surat utang AS. Setelah mengalami kenaikan pesat dalam waktu singkat yield pun menurun.
Pasar merespons pidato bos bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell yang memberikan testimoni di depan Komite Perbankan Senat AS. Dalam testimoninya Powell menyebut kondisi ekonomi saat ini masih jauh dari tujuan yang ingin dicapai yaitu maximum employment dan stabilitas harga 2%.
Inflasi juga masih jinak dan rata-ratanya dalam 12 bulan terakhir masih di bawah 2%. Kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS dipicu oleh pasar yang meminta imbal hasil lebih untuk mengkompensasi adanya potensi inflasi yang tinggi.
Namun setelah disentil oleh Powell, imbal hasil obligasi pemerintah AS pun menurun dan harga saham-saham di Bursa New York mendapat katalis positif. Hanya Nasdaq Composite saja yang terbenam di zona merah.
Harga saham-saham AS yang sempat terkoreksi tampaknya dimanfaatkan oleh investor untuk melakukan aksi beli. Wall Street kembali ditutup ceria pagi tadi. Tiga indeks acuan utamanya sukses melenggang ke zona hijau.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 1,35%. Indeks S&P 500 melompat 1,14% dan terakhir Nasdaq Composite yang berisi saham-saham teknologi ikut terdongkrak dengan apresiasi sebesar 0,99%.
Wall Street mulai menunjukkan tanda-tanda beringasnya lagi. Setelah tertekan oleh kenaikan yield kini saham-saham di AS mulai berlaga. Sinyal Powell direspons positif oleh pasar.
"Kebijakan moneter akomodatif dan perlu terus akomodatif ... Harapkan kami untuk bergerak dengan hati-hati, sabar, dan dengan banyak peringatan dini," kata sang nakhoda The Fed, sebagaimana diwartakan Reuters.
Otoritas moneter AS itu memperkirakan ekonomi Paman Sam akan mengalami ekspansi 6% tahun ini. Namun Powell selalu menegaskan bahwa pemulihan ekonomi tidak berarti harus melakukan pengetatan moneter.
Suku bunga acuan masih akan ditahan rendah. The Fed juga akan melanjutkan program pembelian aset seperti obligasi pemerintah sebesar US$ 120 miliar setiap bulannya sampai ada tanda-tanda kemajuan yang signifikan.
Likuiditas yang berlimpah dan ekonomi AS yang mulai bergeliat seiring dengan program vaksinasi yang berjalan agresif, ketakutan inflasi yang tinggi pun mendapat sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah anggota Kongres dari Partai Republik.
"Baik itu GameStop, Bitcoin, real estat, komoditas, kami melihat harga aset yang cukup tinggi dan tanda-tanda inflasi," kata Senator Republik Pat Toomey. Powell pun merespons bahwa untuk saat ini fokus utama adalah mengembalikan ekonomi di jalurnya.
Untuk sampai ke sana uluran tangan bank sentral masih diperlukan. Apalagi saat ini kondisi pemulihan ekonomi juga tidak terjadi secara merata. Kendati laju vaksinasi di AS tembus 1,5 juta orang per hari dan kasus Covid-19 turun, banyak masyarakat yang masih menderita.
Ada 10 juta pekerjaan yang hilang saat krisis kesehatan tersebut membuat kebijakan karantina wilayah diterapkan termasuk di AS. Wajar sebenarnya jika Powell membawa-bawa isu ketenagakerjaan karena The Fed diberi dua mandat utama (dual mandate) yaitu memaksimalkan serapan tenaga kerja dan menjaga stabilitas harga.
Kembali ke pasar, sebenarnya banyak yang sudah memberikan alarm bahwa pasar saham AS sedang bubble. Logikanya, bagaimana bisa saat ekonomi dilanda krisis tetapi harga saham malah mencetak rekor tertinggi? Golongan ini melihat bahwa pasar terlalu berjalan jauh di depan ekonomi riil yang saat ini masih tertatih.
Namun bagi sebagian kalangan, suku bunga yang rendah, imbal hasil riil obligasi pemerintah AS yang negatif dan kinerja keuangan yang solid korporasi bisa menjadi fundamental pendukung kenaikan saham saat ini.
Terlepas dari pro-kontra yang ada, kinerja Wall Street yang ciamik menjadi katalis positif bagi pasar saham Asia yang bakal buka pagi ini. Namun ada beberapa hal yang perlu dicermati oleh investor.
Selain pernyataan Powell yang membuat pasar menjadi berapi-api lagi, kabar positif kini datang dari DPR AS (House of Representatives). Lembaga legislatif AS tersebut dikabarkan bakal meloloskan RUU stimulus fiskal US$ 1,9 triliun pekan ini dan akan segera mengirimkannya ke meja Joe Biden sebelum 14 Maret nanti.
Kabar tersebut tentu menjadi salah satu energi positif untuk aset-aset berisiko. Kabar positif lain datang dari perkembangan vaksin Covid-19. Lembaga Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) akhirnya merestui penggunaan darurat vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Johnson & Johnson (J&J).
Berbeda dengan vaksin lain yang membutuhkan dua dosis atau dua kali suntikan, vaksin buatan J&J hanya membutuhkan satu kali suntik saja. Dengan diloloskannya vaksin Covid-19 J&J, kini AS punya 3 amunisi untuk melawan Covid-19. Ada vaksin Moderna, Pfizer-BioNTech dan terbaru J&J.
Paman Sam benar-benar bisa semakin agresif untuk melakukan vaksinasi masal. Lebih dari 63 juta dosis vaksin Covid-19 sudah disuntikkan di AS.
Semakin banyak vaksin yang tersedia dan semakin agresif imunisasi dilakukan, maka impian ekonomi akan bangkit semakin membuncah dan menjadi sentimen positif untuk aset berisiko seperti saham.
Beralih ke dalam negeri, aliran dana masuk (inflow) dari investor asing ke pasar saham dalam seminggu terakhir cukup deras. Asing mencatatkan aksi beli bersih senilai Rp 1,57 triliun di pasar reguler.
Saham yang paling banyak diburu asing adalah dua saham pelat merah yakni PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dengan nilai sebesar Rp 797 miliar dan emiten perbankan buku IV yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) senilai Rp 668,3 miliar.
Sementara itu kalau dilihat dari pergerakan harga maka saham-saham bank mini mendominasi jajaran top gainers. Saham PT Bank Net Indonesia Syariah Tbk (BANK) memimpin penguatan dengan apresiasi lebih dari 59%.
Kemudian ada PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (AGRO) yang naik 31,6%. Saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) yang juga naik hampir 25%. Kenaikan yang signifikan pada saham-saham bank mini karena adanya spekulasi dan sentimen di pasar tentang bank digital.
Pergerakan harga yang liar tersebut membuat otoritas bursa terus mengawasi perdagangan saham-saham tersebut dengan cermat.
Terlepas dari itu semua, banjir sentimen positif kali ini berpeluang membuat pasar keuangan domestik punya peluang untuk menguat pada perdagangan hari ini, Kamis (25/2/2021).
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Penentuan Suku Bunga Acuan Korea Selatan (08.00 WIB)
- Rilis data final Leading Economic Index Jepang Desember 2020 (12.00 WIB)
- Rilis data Indeks Keyakinan Konsumen Jerman versi Gfk (14.00 WIB)
- Rilis data Indeks Keyakinan Konsumen Prancis Februari 2021 (14.45 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA