
Alert! 10 Saham Blue Chip Jorjoran Dilepas 'Bandar Besar'

Saham Bank Central Asia menjadi saham yang paling banyak dilepas asing sebesar Rp 150 miliar pada perdagangan kemarin. Kendati demikian, koreksi harga sahamnya tak signifikan, hanya 147% ke level Rp 33.625/saham. Dalam sebulan terakhir saham bank Grup Djarum ini minus 1,39%.
Saham Astra International juga banyak dilepas asing mencapai Rp 129 miliar kendati sahamnya hanya terkoreksi 1,75% ke level Rp 5.625/saham. Sebulan saham ASII minus 11,42%.
Anomali terjadi pada saham AMRT atau pengelola Alfamart milik pengusaha Djoko Susanto. Ketika sahamnya melesat 15,52%, investor asing justru mencatatkan jual bersih saham Alfamart. Penguatan saham AMRT lebih karena aksi beli yang dilakukan investor domestik.
Di bursa Asia, mayoritas indeks utama ditutup melemah di tengah beragamnya sikap investor terkait pernyataan bank sentral Amerika Serikat (AS) terkait kebijakan suku bunga acuan dan inflasi.
Indeks Hang Seng Hong Kong paling parah dibandingkan dengan indeks saham Asia. Indeks Hang Seng ditutup ambles 2,99% ke level 29.718,24, setelah pemerintah berencana akan menaikkan tarif bea materai atas transaksi saham.
Indeks KOSPI Korea Selatan ambrol 2,45% ke 2.994,98. Sedangkan untuk indeks Shanghai Composite China ditutup ambles 1,99% ke 3.564,08 dan Nikkei Jepang terperosok 1,61% ke 29.671,69.
Hanya indeks Straits Times Singapura yang ditutup di zona hijau yakni melesat 1,17% ke level 2.924,58.
Meski masih ada net sell asing, CEO Sucor Sekuritas Bernadus Wijaya optimistis pasar modal akan tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 yang diramal bisa menyentuh level 4,5% dengan sejumlah sentimen positif, salah satunya vaksinasi.
"Karena 2021 ada berbagai story. Salah satunya distribusi vaksin. Dengan distribusi berdampak ke masyarakat karena akan memiliki herd immunity," ujarnya dalam diskusi digital CNBC Indonesia bertajuk "Capital Market Outlook 2021," Senin (22/2/2021).
Kejadian ini ditunjang pula dengan suku bunga acuan BI Rate di bawah 4%. Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI sudah memutuskan untuk memangkas BI Rate menjadi 3,5%.
Apalagi, tahun 2021 diwarnai dengan berbagai stimulus yang dicanangkan pemerintah. Mulai dari sovereign wealth fund (SWF), Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hingga Omnibuslaw UU Cipta Kerja.
"Hal ini mampu menunjang investasi di Indonesia. Dengan adanya dana PEN, adanya konsumsi masyarakat. Yang kedua, restrukturisasi utang. Ketiga beban pajak korporasi. Dengan dana yang terserap diharapkan mampu menjadi support sehingga bisa bangkit," tuturnya.
[Gambas:Video CNBC]
