Kode Broker Dihapus! Bandar Happy, Bisa Makin Hengki Pengki

Tim Riset, CNBC Indonesia
25 February 2021 08:10
Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah sebelumnya diterpa kontroversi mengenai pembelian saham yang akan dikenai bea meterai, baru-baru ini muncul kembali kontroversi baru di pasar modal dalam negeri yang disebut-sebut akan kembali merugikan investor kecil alias investor ritel.

Kontroversi tersebut muncul setelah Bursa Efek Indonesia (BEI) membuat kebijakan baru yakni tidak lagi menampilkan kode broker dalam running trade di sistem perdagangan saham.

Setelah aturan ini berlaku, investor tidak dapat melihat Anggota Bursa (AB) mana yang akan mentransaksikan saham tertentu, kode broker ini baru akan bisa terlihat pada akhir perdagangan. Menurut rencana kebijakan ini akan mulai berlaku 26 Juli 2021 nanti.

Hal ini dianggap akan sangat merugikan investor ritel dimana data kode broker alias broker summary yang menjadi salah satu alat analisis yang sering digunakan oleh peritel berpotensi tak lagi dapat digunakan secara efektif.

Salah satu analisis yang paling getol menggunakan broker summary adalah analisis bandarmologi dimana analisis ini memprediksikan aktivitas pembelian (akumulasi) dan penjualan (distribusi) para pemain-pemain besar di bursa atau biasa dikenal dengan sebutan bandar.

Investor ritel ini nantinya akan mengikuti aktivitas bandar tersebut, apabila sang bandar mengakumulasi saham, maka para pengguna analisis bandarmologi akan melakukan pembelian dan apabila sang bandar sedang mengakumulasi dan apabila sang bandar sedang mendistribusikan barangnya, maka para peritel ini juga akan turut menjual barangnya.

Dengan hilangnya broker summary maka para bandar tersebut kemungkinan akan semakin leluasa dalam melakukan pergerakanya baik akumulasi maupun distribusi tanpa adanya gangguan berarti karena pergerakan bandar akan semakin sulit terdeteksi oleh para investor ritel.

Hal ini sendiri memang sejalan dengan keinginan regulator dimana Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengatakan pertimbangan dilakukanya kebijakan ini terutama untuk mengurangi adanya kebiasaan mengikuti gerak investor lain (herding behaviour) di saham-saham tertentu.

"Meningkatkan market governance dengan mengurangi herding behaviour," kata Laksono kepada CNBC Indonesia, Rabu (24/2/2021).

Selanjutnya, Laksono juga menegaskan bahwa penutupan kode broker ini merupakan best practice yang juga dilakukan di bursa saham lain. Hal ini juga dinilai tidak membuat bursa menjadi tertutup, sebab data ini masih bisa diakses di akhir hari perdagangan.

"Ini tidak membuat bursa semakin tertutup karena memang begitu prakteknya di bursa-bursa lain di dunia," tandasnya.

Secara objektif memang benar bahwa bursa-bursa lain di luar negeri jarang ada yang menampilkan broker summary dalam running trade akan tetapi perlu diingat, di bursa luar terutama bursa Amerika Serikat, perlindungan terhadap investor ritel sangatlah ketat.

Dimana apabila ada aksi goreng-menggoreng saham baik aksi cornering maupun pump and dump ataupun kejahatan pasar modal lain dengan intensi atau tujuan tidak baik maka bisa dipastikan sang bandar akan segera diperiksa oleh SEC (Securities and Exchange Comission) alias OJK-nya AS.

Catat saja kasus cornering serta pump and dump saham IPO Stratton Oakmont yang dikisahkan ulang di film Wolf of Wall Street, kasus Enron dimana eksekutif perusahaan memalsukan laporan keuangan untuk menjual sahamnya di harga atas, Kasus Park Financial Group, dan Kasus Langbar International semuanya terciduk oleh SEC dan diharuskan meringkuk di penjara dan atau membayar denda dengan nominal yang tidak main-main.

Bahkan tidak hanya investor institusi, investor ritel yang melakukan aksi pump and dump pada era dot com bubble yakni Jonathan Lebed, juga turut terciduk oleh SEC. Singkat cerita, regulator Wall Street benar-benar menjadi wasit yang adil di pasar modal.

Hal ini tentu berbeda dengan bursa dalam negeri dimana regulator sepertinya acuh tak acuh menangani kejahatan pasar modal yang terindikasi banyak terjadi di pasar modal lokal. Tengok saja saham-saham yang baru saja melantai alias IPO di BEI banyak yang terbang melesat secara tidak wajar.

Kenaikan saham-saham yang baru melantai memang sering terjadi bagi saham-saham yang melantai di BEI sebab saham-saham yang beredar di pasar tidak menyebar rata ke para investor dan hanya dikuasai oleh segelintir individu atau kelompok saja sehingga harganya mudah digerakkan naik (cornering) alias aksi goreng saham.

Regulator biasanya hanya menetapkan saham tersebut masuk kedalam UMA (Unusual Market Activity) yakni peringatan bahwa adanya aktivitas pergerakan saham yang tidak wajar atau melakukan suspensi terhadap saham tersebut, tanpa melakukan tindakan lebih lanjut.

Maka dari itu banyak investor ritel yang menganggap broker summary adalah salah satu senjata dan perisai untuk melawan aksi goreng menggoreng saham yang diindikasikan marak terjadi di bursa lokal.

Memang pada akhir hari nantinya investor masih bisa menganalisa broker summary akan tetapi tentu saja hal ini sudah too little too late, karena tentunya strategi para bandar di hari esok belum tentu sama dengan hari ini.

Jadi apakah tega BEI mengambil senjata terakhir ritel untuk bertahan di tengah gempuran bandar?

TIM RISET CNBC INDONESIA


(RCI/RCI)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular