
Duh! Makin Siang Rupiah Makin Terseok ke Rp 14.100/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikayt (AS) hingga pertengahan perdagangan Senin (22/2/2021). Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga dan yield obligasi (Treasury) AS yang terus menanjak membuat rupiah terpukul.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di level Rp 14.060/US$ di pasar spot. Setelahnya rupiah terus melemah hingga menyentuh Rp 14.100/US$ pada pukul 12:00 WIB.
Di sisa perdagangan hari ini, peluang rupiah bangkit cukup tipis melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih lemah siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.087,00 | Rp14.109,7 |
1 Bulan | Rp14.111,30 | Rp14.142,0 |
2 Bulan | Rp14.180,30 | Rp14.209,7 |
3 Bulan | Rp14.225,00 | Rp14.256,8 |
6 Bulan | Rp14.388,40 | Rp14.417,9 |
9 Bulan | Rp14.561,00 | Rp14.588,8 |
1 Tahun | Rp14.741,00 | Rp14.786,2 |
2 Tahun | Rp15.420,00 | Rp15.460,0 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Tren kenaikan yield Treasury AS terus menekan rupiah.
Yield Treasury AS tenor 10 tahun sepanjang pekan lalu naik 14,5 basis poin (bp) menjadi 1,345%. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Februari tahun lalu, atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi. Sementara hari ini kembali naik 4,07 bp ke 1,3857%.
Kenaikan yield Treasury tersebut tentunya membuat obligasi (Surat Berharga Negara/SBN) kurang menarik, sebab selisihnya semakin menyempit, apalagi dengan BI yang kembali memangkas suku bunga tentunya yield SBN akan terus menurun. Sebagai aset negara emerging market, SBN perlu yield yang tinggi untuk menarik investor.
Ketika selisih yield semakin menyempit, maka risiko capital outflow semakin meningkat dari pasar obligasi dalam negeri, yang dapat menekan rupiah.
BI kenaikan yield obligasi (Treasury AS), yang mencapai level tertinggi dalam 1 tahun terakhir.
Yield Treasury AS tenor 10 tahun sepanjang pekan ini naik 14,5 bp menjadi 1,345%. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Februari tahun lalu, atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi.
Kenaikan yield Treasury tersebut tentunya membuat obligasi (Surat Berharga Negara/SBN) kurang menarik, sebab selisihnya semakin menyempit, apalagi dengan BI yang kembali memangkas suku bunga tentunya yield SBN akan terus menurun. Sebagai aset negara emerging market, SBN perlu yield yang tinggi untuk menarik investor.
Ketika selisih yield semakin menyempit, maka risiko capital outflow semakin meningkat dari pasar obligasi dalam negeri, yang dapat menekan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perry Warjiyo Bakal Dua Periode, Cek Rupiah Pagi Ini
