Lirik Saham Properti yang Dirangsang BI & OJK, Bisa Ngegas?

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
22 February 2021 08:55
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Analis menilai saham dari sektor properti sedang atraktif bagi investor saat ini, karena ada relaksasi aturan uang muka (down payment/DP) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Aturan baru ini memungkinkan masyarakat membeli rumah dan mobil dengan bunga nol persen. 

Respons itu tampak dari kenaikan beberapa saham properti  pada perdagangan, Jumat (19/2/2021), perdagangan hari terakhir pekan lalu.

Beberapa saham seperti, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) naik 4,91%, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) naik 5%, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) 5,75%, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) tumbuh 2,78%, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) naik 1,83%.

Analis Senior Maybank Kim Eng Sekuritas Aurellia Setiabudi, mengatakan sentimen paling baru kemarin adalah stimulus dari sektor properti yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI). Seperti pelonggaran Kredit Perumahan Rakyat (KPR) dapat menikmati Loan To Value sampai 100%, serta pelonggarakan pencairan KPR Inden sampai 100% di awal akad kredit.

"Ini langkah BI mendorong pertumbuhan sektor properti yang impact-nya besar di kita (masyarakat) hingga berimbas ke pasar modal," katanya kepada CNBC Indonesia dalam program Investime, Jumat (19/2/2021).

Menurut Aurelia tingkat suku bunga saat ini di level 3,5% juga cukup kompetitif. Dari Analisa yang dilakukan perusahaan jika ada penurunan tingkat suku bunga sebesar 100 basis poin atau 1%, akan meningkatkan daya beli masyarakat sekitar 7%. Ini cukup signifikan, sebagai contoh tadinya orang hanya mampu beli rumah senilai Rp 1 miliar, sekarang bisa membeli rumah dengan harga Rp 1,70 juta dan seterusnya.

" Program KPR BCA Fix 1 tahun sekarang di angka 3,88% sangat dekat dengan suku bunga acuan BI di 3,5%, yang 5 tahun juga kompetitif hanya dibawah 7%. Kita sedang menuju era suku bunga rendah dan ini bisa membantu menopang daya beli," jelasnya.

Menurut Aurelia dari bank besar yang dipantau seperti BCA, Mandiri, BRI, BNI, BTN, dan CIMB sudah agresif melakukan promosi untuk meningkatkan pertumbuhan kredit KPR di portofolionya. Dimana menjadi tren juga setiap awal tahun selalu memberikan potongan suku bunga KPR.

"Kami lihat bank yang agresif untuk meningkatkan porsi KPR nya seperti BCA mereka target membukukan pertumbuhan KPR lebih tinggi dari tahun lalu. Mandiri targetnya pertumbuhan KPR 5% tahun ini, BNI tumbuh 4%, CIMB juga menargetkan porsi KPR 10%. Sehingga dari bank ini akan menopang marketing sales developer kita," jelasnya.

Dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Kamis (18/2/2021), BI mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Februari 2021 dengan menurunkan bunga acuan 25 basis poin (bps) menjadi 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.

Selain itu, BI melonggarkan aturan Loan to Value (LTV) untuk kredit kendaraan bermotor yang menggunakan fasilitas bank. "Melonggarkan ketentuan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor menjadi paling sedikit 0% untuk semua jenis kendaraan bermotor baru," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI.

Kebijakan ini dikeluarkan bersamaan dengan pembebasan uang muka atau (down payment/DP) 0% bagi Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Pembebasan uang muka ini dilakukan melalui pelonggaran Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) sebesar 100% untuk kredit properti.

"Ini untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti," imbuhnya.

Kedua pelonggaran kebijakan ini akan mulai berlaku mulai 1 Maret hingga 31 Desember 2021.

Syarat utama untuk mendapatkan KPR DP 0% adalah perbankan tersebut harus memiliki rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) di bawah atau hingga 5%.

Perbankan yang memenuhi NPL ini, maka konsumennya bisa mendapatkan DP 0% untuk rumah tipe kurang dari 21, tipe 21-70 dan tipe 70 ke atas. Diberikan untuk fasilitas kepemilikan pertama, kedua hingga seterusnya.

Hal yang sama dilakukan OJK, dengan memberikan relaksasi kebijakan prudential sektor jasa keuangan secara temporer untuk mendorong pertumbuhan kredit yang lebih cepat dengan mempertimbangkan adanya unsur idiosyncratic pada sektor jasa keuangan.

"Pemberian pelonggaran peraturan prudensial ini bertujuan memberikan keleluasaan bagi calon debitur untuk memperoleh kredit berupa penurunan ATMR yang dikaitkan dengan Loan-to-Value Ratio dan Profil Risiko serta BMPK sebagai upaya menurunkan beban cost of regulation," kata Wimboh dalam siaran persnya.

Untuk perbankan, OJK memberikan relaksasi untuk penurunan bobot risiko kredit atau Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR )menjadi 50% bagi Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dari sebelumnya 100%.

Disebutkan bahwa hanya perbankan dengan profil risiko 1 dan 2 yang bisa memberikan kredit kendaraan bermotor dengan DP 0%.

"Untuk kredit kepada produsen Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) telah mendapat pengecualian batas maksimum pemberian kredit (BMPK), penilaian kualitas aset 1 (satu) pilar. Selanjutnya, untuk penilaian ATMR Kredit diturunkan menjadi 50% dari semula 75%," tulis keterangan tersebut.

Adapun untuk kredit pemilikan rumah, penurunan risiko ATMR disesuaikan dengan rasio Loan to Value (LTV) sebagai berikut:

  • Uang Muka 0-30% (LTV ≥70%) tingkat ATMR 35%
  • Uang Muka 30-50% (LTV 50-70%) tingkat ATMR 25%
  • Uang Muka ≥ 50% (LTV ≤ 50%) tingkat ATMR 20%

Untuk pemberian kredit ke sektor kesehatan, OJK menetapkan bahwa kredit untuk sektor kesehatan dikenakan bobot risiko sebesar 50% dari sebelumnya 100%.

Di sektor industri keuangan non bank (IKNB) untuk perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor dilakukan penurunan ATMR menjadi 25%-50% dari sebelumnya 37,5%-75% untuk pembiayaan multiguna.

Kebijakan ATMR 0% dikhususkan untuk program kepemilikan kendaraan bermotor bagi perusahaan yang memiliki Car Ownership Program (COP).

Kemudian, tak semua perusahaan pembiayaan bisa memberikan uang muka pembiayaan kendaraan bermotor sebesar 0%. Hanya perusahaan yang memenuhi kriteria tingkat kesehatan tertentu yang bisa memberikan fasilitas ini.

Sedangkan untuk kredit beragun rumah tinggal, tingkat ATMR-nya tidak berbeda dengan bobot risiko ATMR di sektor perbankan.

Khusus untuk Sovereign Wealth Fund (SWF) yang baru dibentuk oleh pemerintah, OJK memberikan bobot risiko 0% dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit (ATMR Kredit) kepada Lembaga Jasa Keuangan yang menyediakan dana kepada SWF, sehingga ATMR kreditnya disamakan dengan bobot risiko Pemerintah pusat.

"Kebijakan tersebut akan efektif berlaku sejak tanggal 1 Maret 2021 dengan diterbitkannya surat Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan dan Kepala Eksekutif Pengawas IKNB," imbuh Wimboh.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular