Masih Senin Pagi Nih! Rupiah Kok Sudah Nggak Bersemangat?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 February 2021 09:28
Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah hari ini. Tren kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Negeri Paman Sam membuat investor menjauh dari aset keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.

Pada Senin (22/2/2021), US$ 1 dihargai Rp 14.060 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu atau stagnan.

Namun beberapa menit kemudian rupiah masuk jalur merah. Pada pukul 09:07 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.070 di mana rupiah melemah 0,07%.

Sepanjang pekan lalu, rupiah melemah 0,64% di hadapan dolar AS. Tidak hanya di hadapan greenback, rupiah pun habis 'dikeroyok' mata uang Asia-Eropa.

Depresiasi rupiah terjadi akibat mampetnya arus modal ke pasar keuangan Tanah Air. Gara-garanya adalah tren kenaikan yield obligasi pemerintah AS.

Sepanjang minggu lalu, yield US Treasury Bond naik 14,5 basis poin (bps). Yield instrumen ini berada di titik tertinggi sejak Februari 2020.

Kenaikan yield obligasi pemerintah AS disebabkan oleh peningkatan ekspektasi inflasi di Negeri Adidaya. Seiring pemulihan ekonomi, permintaan akan meningkat sehingga memunculkan tekanan inflasi.

Saat ekspektasi inflasi meningkat, maka yield obligasi akan mengikuti. Sebab investor tentu akan mendorong yield lebih tinggi agar keuntungan tidak tergerus oleh inflasi.

Halaman Selanjutnya--> Yield Obligasi Pemerintah AS Naik Terus

Yield obligasi pemerintah AS yang terus naik lambat laun akan membuat pelaku pasar melirik. Ada ekspektasi cuan yang didapat dari memegang surat utang pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden akan semakin tinggi.

Hari ini, sentimen itu sepertinya belum pudar bahkan semakin santer. Sebab, ternyata yield obligasi pemerintah AS masih saja naik. Pada pukul 07:25 WIB, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 1,3618%, tertinggi sejak 24 Februari 2020.

Ini akan membuat arus modal meninggalkan instrumen berisiko untuk masuk ke pasar obligasi pemerintah AS. Jika yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun sampai menembus 1,5%, Nomura memperkirakan pasar saham Negeri Adidaya akan anjlok sampai 8%.

Kalau sampai terwujud, tentunya kabar kurang enak buat pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Arus modal pun lagi-lagi seret sehingga rupiah sulit menembus zona hijau.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular