
Duh! Rupiah Terburuk di Asia Hari Ini, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (19/2/2021). Dalam 2 hari terakhir, Mata Uang Garuda mendapat sentimen negatif dari dalam negeri, membuatnya menjadi yang terburuk di Asia.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,14% ke Rp 14.030/US$ berdasarkan data Refinitiv. Tak sempat merasakan zona hijau, pelemahan rupiah membengkak hingga 0,54% ke Rp 14.085/US$.
Posisi rupiah sedikit membaik, berada di level Rp 14.060/US$ atau melemah 0,36% hingga penutupan perdagangan.
Dibandingkan dengan mata uang utama Asia, pelemahan tersebut menjadi yang terbesar. Beberapa mata uang utama Asia bahkan ada yang menguat melawan dolar AS.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:11 WIB.
Kemarin, Bank Indonesia mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Februari. Gubernur Perry Warjiyo dan kolega memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 17-18 Februari 2021 memutuskan untuk menurunkan BI 7 Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," kata Perry usai RDG, Kamis (18/2/2021).
Selain itu, BI juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menjadi 4,3% sampai 5,3% dari sebelumnya 4,8% sampai 5,8%.
Penurunan proyeksi tersebut dikarenakan rendahnya realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2020. Sehingga secara keseluruhan tahun 2020 terjadi kontraksi ekonomi sebesar 2,07%.
Penurunan suku bunga dapat membuat imbal hasil berinvestasi di Indonesia dengan di AS menjadi menyempit yang membuat rupiah kurang menarik. Apalagi dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dipangkas tentunya memberikan tekanan bagi rupiah.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Surplus Transaksi Berjalan Indonesia Menyempit
Sementara pada hari ini, BI merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal IV-2020 sekaligus keseluruhan 2020. NPI terdiri dari 2 pos yakni transaksi berjalan dan transaksi modal & finansial.
Pada kuartal IV-2020, transaksi berjalan (current account) membukukan surplus US$ 0,8 miliar atau setara 0,3% dari Produk Domestik Bruto. Lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu surplus US$ 1 miliar atau 0,4% PDB.
Penurunan surplus transaksi berjalan yang berperan besar dalam mempengaruhi pergerakan rupiah, sebab menggambarkan arus devisa yang lebih stabil. Kala transaksi berjalan surplus, maka rupiah punya modal untuk menguat, begitu juga sebaliknya ketika defisit akan menjadi sentimen negatif bagi Mata Uang Garuda.
Namun, penurunan tersebut sebenarnya sudah diprediksi, ketika perekonomian Indonesia mulai pulih dan impor mulai deras, maka surplus akan terpangkas bahkan bisa kembali mengalami defisit.
BI sendiri memprediksi di than 2021 transaksi berjalan akan kembali mengalami defisit 1,2% dari PDB.
Sementara transaksi modal dan finansial mencatat defisit US$ 0,9. Dengan demikian, NPI pada kuartal IV-2020 dalam posisi defisit US$ 0,2 miliar. Memburuk dibandingkan kuartal sebelumnya yang surplus US$ 2,1 miliar.
Untuk keseluruhan 2020, transaksi berjalan masih defisit US$ 4,7 atau 0,4% PDB. Membaik dibandingkan 2019 yang defisit US$ 30,4 miliar (2,72% PDB).
Kemudian transaksi modal dan finansial sepanjang tahun lalu surplus US$ 7,9 miliar. Hasilnya, NPI 2020 positif US$ 2,6 miliar, turun ketimbang 2019 yang surplus US$ 4,7 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Tertekan, Rupiah Bisa Sentuh Rp 14.800/USD di Q2-2021