
Yah Bukan RI, Pasar IPO Terbesar ASEAN Bakal Ada di Filipina!

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank of America Merrill Lynch menilai masuknya sejumlah perusahaan baru di bursa Filipina, termasuk pencatatan Real Estate Investment Trusts/REIT) atau di Indonesia dikenal sebagai Dana Investasi Real Estate (DIRE), dapat menjadikan negara itu pasar saham perdana (initial public offering/IPO) terbesar di Asia Tenggara tahun ini.
Para investor dan bankir di negeri itu juga tengah menantikan IPO dari emiten konsumer dan ritel serta penawaran REIT di mana penggalangan dana ini bisa mencapai US$ 4 miliar atau setara dengan Rp 56 triliun (kurs Rp 14.000/US$) pada tahun 2021.
Menurut data Refinitiv, jumlah gabungan IPO ini lebih dari penghitungan gabungan dalam 7 tahun terakhir di Bursa Efek Filipina.
Di seluruh kawasan lainnya, hanya IPO di Bursa Singapura yang nilainya tinggi mencapai US$ 2 miliar atau setara Rp 28 triliun yang dilakukan oleh anak perusahaan Thai Beverage.
Kemudian IPO yang relatif jumlahnya kecil ada di Bursa Efek Indonesia dan IPO asuransi di Thailand, termasuk di antara perusahaan-perusahaan yang siap melantai tahun ini.
"Kami melihat ada likuiditas yang melimpah, pemulihan fundamental makro ekonomi dan valuasi perusahaan yang atraktif mampu memberikan daya tarik dan sentimen positif bagi investor terhadap IPO di Asia Tenggara," kata Martin Siah, Kepala Perbankan Korporasi dan Investasi Asia Tenggara di Bank of America Merrill Lynch, dikutip dari Reuters, Jumat (19/2/2021).
"Kuatnya sentimen pasar modal global telah membuatnya perusahaan di Filipina yang berkualitas tertarik dan pada akhirnya menghitung waktu IPO mereka."
Menurut sebuah sumber Reuters, IPO di bursa Manila ini akan diramaikan dengan penawaran saham perdana senilai US$ 1,5 miliar dari Monde Nissin, perusahaan biskuit yang didukung dana pemerintah (sovereign wealth fund) Singapura, GIC, kemudian IPO dari produsen mie instan lokal ikonik Lucky Me!, serta IPO dari perusahaan daging Quorn akan menjadi IPO lokal terbesar.
Sumber lainnya menyebutkan, akan ada penawaran dua REITs senilai US$ 500 juta yakni dari konglomerat pemilik SM Prime dan Robinsons Land.
"Ini benar-benar pertanyaan tentang kapan [IPO-nya], bukan jika [IPO]. Pada ukuran [besaran IPO], itu tergantung pada apa yang bisa diserap pasar," kata Alex Pomento, Wakil Presiden Hubungan Investor SM Prime, raksasa properti di Manila.
Selain itu, ada pula IPO yang telah lama tertunda senilai US$ 1,5 miliar dari National Grid Corp of the Philippines (NGCP) lantaran mesti memenuhi persyaratan peraturan, meskipun sumber mengatakan proses IPO tersebut dapat didorong ke tahun depan.
Analis menilai, para calon emiten tertarik untuk memanfaatkan likuiditas pasar yang melimpah dan menarik investor sebelum agenda pemilihan presiden tahun depan yang dapat menciptakan volatilitas pasar.
Perekonomian Filipina sempat merosot dengan rekor 9,5% tahun lalu, kontraksi terburuk di Asia Tenggara untuk tahun 2020. Ini akibat Filipina memberlakukan penguncian terpanjang dan paling ketat.
Rekor anggaran nasional pemerintah sebesar US$ 93,7 miliar diharapkan dapat mendorong ekonomi, yang ditargetkan tumbuh 6,5-7,5% tahun ini, kata pejabat pemerintah.
Kinerja yang kuat dari IPO yang terjadi di tahun lalu saat pandemi juga menjadi isu baru meskipun pasar IPO di tahun lalu sempat turun 9% secara tahunan.
Tahun ini, sekitar empat unit properti akan meluncurkan produk REITs yang berisik kelas aset properti yang sedang berkembang. Produk REITs atau DIRE mulai ramai setelah aturan baru diumumkan tahun lalu yang mengizinkan porsi publik yang lebih rendah di produk ini dan keringanan pajak untuk REITs, yang biasanya memberikan dividen yang lebih tinggi kepada investor.
Di Indonesia, nilai IPO juga belum terlalu besar meski secara kuantitas terus bertambah. Tahun ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan sudah ada sebanyak 30 perusahaan dalam daftar pipeline yang siap mencatatkan saham di bursa lewat mekanisme IPO.
Direktur Penilaian Perusahaan, I Gede Nyoman Yetna merinci, 30 calon emiten baru ini terdiri dari satu perusahaan masing-masing dari sektor energi, infrastruktur, transportasi dan logistik, serta sektor keuangan.
Selanjutnya, masing-masing sebanyak dua perusahaan dari sektor barang baku, sektor perindustrian, properi dan real estat. Berikutnya, tiga perusahaan di sektor barang konsumer primer dan sektor teknologi. Adapun tujuh perusahaan lainnya dari sektor keuangan.
"Tujuh perusahaan masih dalam proses pengelompokan berdasarkan sektor yang baru IDX Industrial Classification (IDX-IC," kata Nyoman, kepada awak media, di Jakarta, dikutip Rabu (27/1/2021
BEI menyebutkan, sampai dengan 25 Januari sudah ada tiga perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa dengan total dana yang dihimpun sebesar Rp 1,2 triliun. Jumlah ini belum ditambah dengan IPO pada Februari ini.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potret Saham Hillcon Langsung Melesat Usai Resmi Melantai
