Please Hati-hati! Jangan Salah Lagi Borong Saham Bank Mini

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
19 February 2021 08:45
Ilustrasi IHSG
Foto: Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham bank-bank mini alias bank BUKU II (Bank dengan modal inti Rp 1 triliun hingga Rp 5 triliun) ditutup berjatuhan pada penutupan perdagangan sesi II Kamis (18/2/2020) kemarin.

Padahal, pada perdagangan sesi I kemarin, saham bank-bank mini tersebut masih sempat melesat hingga hampir 30%. Melesatnya saham bank-bank mini mulai terjadi pada perdagangan Rabu (17/2/2021).

Berikut berberapa perbankan mini yang melesat kencang pada penutupan perdagangan sesi II kemarin.

Tercatat setidaknya ada 8 saham bank mini yang berbalik arah ke zona merah, bahkan ada yang hampir menyentuh level Auto Rejection Bawah (ARB) pada penutupan perdagangan sesi II kemarin.

Di posisi pertama dan kedua terdapat saham PT Bank Ganesha Tbk (BGTG) dan PT Bank Artha Graha Internasional Tbk (INPC) yang sama-sama ditutup ambrol 6,48% ke level Rp 101/unit.

Data perdagangan mencatat nilai transaksi saham BGTG mencapai Rp 101,9 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 915,9 juta lembar saham. Investor asing melakukan beli bersih (net buy) di pasar reguler sebesar Rp 353 juta.

Sementara, nilai transaksi saham INPC mencapai Rp 51,4 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 417 juta lembar saham. Namun, asing melakukan jual bersih (net sell) di pasar reguler sebesar Rp 15,26 juta.

Selama sepekan terakhir, saham BGTG telah melesat hingga 40,28%, sedangkan saham INPC telah melesat 27,85% selama sepekan terakhir.

Sedangkan, pelemahan paling minor yang dialami oleh saham bank-bank mini tersebut adalah saham PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) yang melemah 1,49% ke posisi Rp 66/unit pada penutupan sesi II kemarin dan sepekan terakhir, saham BABP telah melesat 32%.

Adapun nilai transaksi saham BABP mencapai Rp 92,3 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 1,2 miliar lembar saham. Asing pun melego saham BABP melalui pasar reguler sebesar Rp 9,06 miliar.

Sentimen yang membuat harga saham bank-bank kecil tersebut meroket pada perdagangan sesi I kemarin adalah spekulasi para pelaku pasar terhadap konsolidasi perbankan dimana berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020, bank diharuskan memiliki modal inti minimum bank umum sebesar Rp 2 triliun pada tahun ini dan minimal Rp 3 triliun tahun depan.

Sehingga bank-bank dengan modal yang terbatas terpaksa mencari investor strategis untuk menambah modal intinya.

Namun, setelah rumor tersebut dibantah dari beberapa pihak perusahaan, saham bank-bank kecil tersebut langsung berbalik arah dan terpuruk pada perdagangan sesi kedua hari ini.

Sebagai informasi pada 2017 terjadi fenomena yang mirip ketika PT Bank Ganesha Tbk (BGTG) dan PT Bank Harda Indonesia Tbk (BBHI) dirumorkan akan dicaplok oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) untuk dijadikan bank digital.

Saham BGTG dan BBHI langsung melesat kencang mirip dengan kejadian saat ini, setelah rumor tersebut dibantah dan ternyata BBCA malah tidak memilih kedua bank tersebut dan meminang Bank Royal Indonesia.

Akibatnya saham BGTG dan BBHI langsung drop parah. BBHI yang sempat terbang hingga level Rp 356/saham terpaksa anjlok parah 72% ketika ternyata rumor tersebut terbukti tidak benar.

Sedangkan BGTG yang sempat terbang hingga harga Rp 214/saham terpaksa tumbang dan menyisakan kerugian mencapai 64% bagi yang nyangkut di 'pucuk'.

Bahkan investor yang membeli BGTG di harga pucuk masih 'nyangkut' dan masih belum bisa keluar sampai saat ini karena harganya belum kembali ke level tertingginya 2017 silam selang 3 tahun.

Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan, induk perusahaan Shopee, Sea Limited (Sea Grup) telah menjadi pemegang saham PT Bank Kesejahteraan Ekonomi atau dikenal dengan Bank BKE. Upaya ini dilakukan Shopee untuk masuk ke bisnis bank digital di tanah air.

"Sea Grup sudah masuk di Bank BKE (Bank Kesejahteraan Ekonomi)," kata Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto, dalam konferensi pers, Kamis (18/2/2021).

Dia mengatakan, saat ini OJK memang sedang memfinalisasi peraturan mengenai Bank Digital yang ditargetkan akan rampung pada pertengahan tahun ini. Dengan regulasi tersebut, nantinya, ada dua kriteria bank.

Pertama, investor yang mengajukan proposal kepada OJK untuk mendirikan bank yang sepenuhnya digital.

Kedua, tranformasi bank eksisting jadi bank digital, seperti yang terjadi di Bank Jago yang sebelumnya Bernama Bank Artos, lalu masuknya Sea Grup di Bank BKE, dan kemudian Bank Digital BCA yang dikonversi dari sebelumnya bernama Bank Royal.

"Untuk bank baru, sementara ini drafnya belum final, masih akan diskusi, itu persyaratannya Rp 10 triliun," katanya lagi.

Sedangkan, untuk bank yang eksisting dan akan menjadi bank digital, harus mempunyai model bisnis yang realistis, menggunakan teknologi yang inovatif yang aman. Selanjutnya, mampu mengelola bisnis digital yang hati-hati dan berkesinambungan.

"Paham mitigasi risiko untuk mengantisipasi risiko digital seperti cybercrime, perlindungan data nasabah, direksi yang memiliki kompetensi di bidang IT, kontribusi kepada inklusi keuangan. Pertengahan tahun mudah-mudahan akan kita rilis POJK ini," ujarnya.

Kabar masuknya Sea Grup ke Bank BKE sudah mengemuka sejak pertengahan Januari awal tahun ini. Induk perusahaan e-commerce Shopee, yang sahamnya tercatat di Bursa New York Stock Exchange (NYSE) ini memang akan mengakuisisi bank lokal di Indonesia untuk membangun bisnis perbankan digitalnya.

Hal itu juga tampak dari publikasi situs karier Shopee.co. Dalam situs resminya, perusahaan tengah merekrut tim lokal untuk ditempatkan di "SeaMoney Bank" di Jakarta dan Bandung, yang mencakup peran yang meliputi manajemen bakat, pajak, dan manajemen hubungan pendanaan.

Adapun kabar pasar yang beredar menyebutkan, Sea Group mengambilalih saham Bank BKE pada awal tahun lalu dari perusahaan milik pengusaha nasional, Setiawan Ichlas yakni Danadipa.

Situs Bank BKE mencatat, pemegang saham Bank BKE yakni PT Danadipa Artha Indonesia 94,95% dan PT Koin Investama Nusantara 5,05%.

Menurut situsnya, Bank BKE didirikan pada tahun 1992 dengan pemegang saham hampir 95% oleh Danadipa. Informasi publik mengenai pemegang saham terakhir (beneficial ownership) memang masih minim, tapi Danadipa Artha Indonesia memiliki satu direktur bernama Intan Apriadi yang juga menjabat sebagai komisaris di PT Lentera Dana Nusantara, menurut profil LinkedIn Apriadi.

Lentera Dana Nusantara adalah perusahaan fintech yang mengoperasikan ShopeePay Later. Jadi, Sea mungkin memiliki ketersambungan dengan Bank BKE melalui Danadipa Artha Indonesia.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular