
Please Hati-hati! Jangan Salah Lagi Borong Saham Bank Mini

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham bank-bank mini alias bank BUKU II (Bank dengan modal inti Rp 1 triliun hingga Rp 5 triliun) ditutup berjatuhan pada penutupan perdagangan sesi II Kamis (18/2/2020) kemarin.
Padahal, pada perdagangan sesi I kemarin, saham bank-bank mini tersebut masih sempat melesat hingga hampir 30%. Melesatnya saham bank-bank mini mulai terjadi pada perdagangan Rabu (17/2/2021).
Berikut berberapa perbankan mini yang melesat kencang pada penutupan perdagangan sesi II kemarin.
Tercatat setidaknya ada 8 saham bank mini yang berbalik arah ke zona merah, bahkan ada yang hampir menyentuh level Auto Rejection Bawah (ARB) pada penutupan perdagangan sesi II kemarin.
Di posisi pertama dan kedua terdapat saham PT Bank Ganesha Tbk (BGTG) dan PT Bank Artha Graha Internasional Tbk (INPC) yang sama-sama ditutup ambrol 6,48% ke level Rp 101/unit.
Data perdagangan mencatat nilai transaksi saham BGTG mencapai Rp 101,9 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 915,9 juta lembar saham. Investor asing melakukan beli bersih (net buy) di pasar reguler sebesar Rp 353 juta.
Sementara, nilai transaksi saham INPC mencapai Rp 51,4 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 417 juta lembar saham. Namun, asing melakukan jual bersih (net sell) di pasar reguler sebesar Rp 15,26 juta.
Selama sepekan terakhir, saham BGTG telah melesat hingga 40,28%, sedangkan saham INPC telah melesat 27,85% selama sepekan terakhir.
Sedangkan, pelemahan paling minor yang dialami oleh saham bank-bank mini tersebut adalah saham PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) yang melemah 1,49% ke posisi Rp 66/unit pada penutupan sesi II kemarin dan sepekan terakhir, saham BABP telah melesat 32%.
Adapun nilai transaksi saham BABP mencapai Rp 92,3 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 1,2 miliar lembar saham. Asing pun melego saham BABP melalui pasar reguler sebesar Rp 9,06 miliar.
Sentimen yang membuat harga saham bank-bank kecil tersebut meroket pada perdagangan sesi I kemarin adalah spekulasi para pelaku pasar terhadap konsolidasi perbankan dimana berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020, bank diharuskan memiliki modal inti minimum bank umum sebesar Rp 2 triliun pada tahun ini dan minimal Rp 3 triliun tahun depan.
Sehingga bank-bank dengan modal yang terbatas terpaksa mencari investor strategis untuk menambah modal intinya.
Namun, setelah rumor tersebut dibantah dari beberapa pihak perusahaan, saham bank-bank kecil tersebut langsung berbalik arah dan terpuruk pada perdagangan sesi kedua hari ini.
Sebagai informasi pada 2017 terjadi fenomena yang mirip ketika PT Bank Ganesha Tbk (BGTG) dan PT Bank Harda Indonesia Tbk (BBHI) dirumorkan akan dicaplok oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) untuk dijadikan bank digital.
Saham BGTG dan BBHI langsung melesat kencang mirip dengan kejadian saat ini, setelah rumor tersebut dibantah dan ternyata BBCA malah tidak memilih kedua bank tersebut dan meminang Bank Royal Indonesia.
Akibatnya saham BGTG dan BBHI langsung drop parah. BBHI yang sempat terbang hingga level Rp 356/saham terpaksa anjlok parah 72% ketika ternyata rumor tersebut terbukti tidak benar.
Sedangkan BGTG yang sempat terbang hingga harga Rp 214/saham terpaksa tumbang dan menyisakan kerugian mencapai 64% bagi yang nyangkut di 'pucuk'.
Bahkan investor yang membeli BGTG di harga pucuk masih 'nyangkut' dan masih belum bisa keluar sampai saat ini karena harganya belum kembali ke level tertingginya 2017 silam selang 3 tahun.