
Tahun Lalu Dibuang, Lira Turki Kini Jadi Raja Mata Uang!

Sejak Gubernur TCMB diganti dan terus menaikkan suku bunga, kepercayaan pelaku pasar terhadap lira kembali pulih yang sejalan dengan menurunnya premi risiko utang yang dicerminkan oleh credit default swap (CDS) Turki. Semakin tinggi CDS, maka risiko gagal bayar semakin tinggi.
CDS adalah kontrak derivatif swap di mana pembeli melakukan pembayaran ke penjual atas penutupan risiko gagal bayar (default) debiturnya. Artinya, dia mendapatkan pembayaran bila terjadi gagal bayar atau kejadian lain yang mengancam pembayaran kredit yang ada.
Dalam praktiknya, CDS bisa menjadi patokan persepsi risiko berinvestasi.
CDS Turki tenor 5 tahun saat ini berada di kiasan 290 basis poin (bps), terendah Februari 2020, dan turun jauh dari level tertinggi tahun lalu di atas 640 bps.
Selain itu, perekonomian Turki juga perlahan mulai pulih. IHS Markit melaporkan purchasing managers' indeks (PMI) manufaktur melesat menjadi 54,4 di bulan Januari dari bulan Desember 50,8.
PMI manufaktur menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atasnya berarti ekspansi, sementara di bawahnya kontraksi.
Ekspansi sektor manufaktur Turki yang semakin terakselerasi tentunya menjadi kabar bagus, apalagi terjadi saat suku bunga dinaikkan. Artinya, dengan suku bunga tinggi, perekonomian Turki masih bisa berputar kencang. Tren tersebut berkebalikan dengan negara-negara lain, AS misalnya yang memerlukan suku bunga rendah guna memutar roda bisnisnya.
Bank investasi JP Morgan bahkan menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Turki tahun ini menjadi 4,6% dari prediksi sebelumnya 3,3%.
Dinaikkannya suku bunga mampu memulihkan kepercayaan pelaku pasar terhadap lira, ditambah dengan perekonomian yang bangkit tentunya membuat lira kembali diburu.
Bank investasi lainnya, Morgan Stanley melihat peningkatan kredibilitas kebijakan ekonomi Turki membuat lira akan unggul dibandingkan mata uang emerging market lainnya. Morgan Stanley memprediksi lira bisa mencapai level 6,8/US$.
Senada dengan Morgan Stanley, ahli strategi mata uang di Rabobank, Piotr Matys, juga memprediksi lira ke 6,8/US$.
Sementara analis dari Societe Generale dan HSBC memprediksi lira bisa mencapai 6,5/US$ di akhir tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]