Kabar Baik, Rupiah Tak Melemah Meski BI Pangkas Suku Bunga

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Nilai tukar rupiah nyaris tidak bergerak melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (18/2/2021). Bahkan, rupiah tetap berada di posisinya saat Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di stagnan di Rp 14.010/US$. Rupiah sempat melemah 0,21% ke Rp 14.040/US$, tetapi setelahnya kembali ke Rp 14.010/US$ dan bertahan hingga penutupan perdagangan.
Mata uang Asia bervariasi melawan dolar AS hari ini tetapi kebanyakan melemah. Sehingga rupiah yang stagnan bisa dikatakan cukup bagus. Hingga pukul 15:05 WIB, peso Filipina menjadi mata uang terburuk setelah melemah 0,25%. Sementara dolar Taiwan menjadi yang terbaik dengan penguatan 0,12%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
BI mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Februari 2021. Gubernur Perry Warjiyo dan kolega memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 17-18 Februari 2021 memutuskan untuk menurunkan BI 7 Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," kata Perry usai RDG, Kamis(18/2/2021).
Keputusan ini sudah diperkirakan oleh pelaku pasar. Keputusan yang dibicarakan Perry sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia.
Penurunan tersebut dilakukan guna mendorong pertumbuhan ekonomi, yang tentunya akan direspon positif oleh pelaku pasar.
Tetapi di sisi lain, penurunan suku bunga dapat menyempitkan imbal hasil berinvestasi di Indonesia dengan di Amerika Serikat, yang tentunya berdampak kurang bagus bagi rupiah. Sebagai aset negara emerging market, rupiah perlu yield yang tinggi untuk meningkatkan daya tariknya.
Oleh karena itu, rupiah "berada dalam dilema" jika BI memangkas suku bunganya.
Tetapi nyatanya, rupiah masih cukup kuat di dekat level psikologis RP 14.000/US$, sehingga menjadi kabar bagus.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Dolar AS Kembali Goyang
Salah satu penyebab rupiah masih tetap kuat yakni dolar AS yang kembali goyang setelah rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Dalam notula tersebut, kembali ditegaskan penguaran nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) atau yang dikenal dengan nama "tapering", belum akan dilakukan di tahun ini.
Tapering merupakan salah satu hal yang ditakutkan, sebab berkaca dari pengalaman sebelumnya memicu penguatan dolar AS.
Dalam notula tersebut, The Fed juga melihat pemulihan ekonomi AS masih berjalan lambat, sehingga kebijakan moneter ultra longgar masih akan dipertahankan dalam waktu yang cukup lama. Artinya suku bunga <0,25% serta QE senilai US$ 120 miliar per bulan akan dipertahankan dalam waktu yang cukup lama.
Setelah mengalami kontraksi 5% di tiga bulan pertama 2020, produk domestik bruto (PDB) di kuartal II-2020 malah ambrol hingga 31,4% secara quarterly annualized atau kuartalan yang disetahunkan (dikali 4). Kontraksi tersebut menjadi yang paling parah sepanjang sejarah AS. Dengan kontraksi yang terjadi dalam dua kuartal beruntun, artinya Negeri Adikuasa mengalami resesi.
Perekonomian AS memang bangkit di kuartal III-2020, melesat 33,4%, tetapi tingginya PDB tersebut lebih karena low base effect dari kuartal sebelumnya. Terbukti, di kuartal IV-2020 PDB AS hanya tumbuh 4%.
"Para anggota dewan melihat kondisi ekonomi masih jauh dari target jangka panjang dan kebijakan moneter masih akan akomodatif sampai target tersebut tercapai," isi notula tersebut, sebagaimana dilansir CNBC International.
"Akibatnya, para anggota dawn mendukung kebijakan saat ini dan panduan dasar untuk suku bunga (federal funds rate/FFR) dan nilai program pembelian aset".
The Fed menetapkan target rata-rata inflasi sebesar 2%, dan pasar tenaga kerja mencapai full employment, sebelum mulai merubah kebijakannnya.
Saat ini, inflasi di AS berada di level 1,3%, sementara tingkat pengangguran di bulan Januari berada di level 6,3%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Tetap Tegas, Rupiah Tetap Liar!
