Digebuk Luar-Dalam. Rupiah Langsung KO

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 February 2021 09:15
dolar-Rupiah
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Sentimen eksternal dan domestik memang membuat rupiah sulit menguat.

Pada Rabu (17/2/2021), US$ 1 setara dengan Rp 13.950 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,22% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kemarin, rupiah pun ditutup melemah tipis 0,07%. Padahal mata uang Tanah Air sempat moncer pada awal-awal perdagangan.

Hari ini, rupiah sepertinya masih lemas. Dari dalam negeri, investor menanti hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) edisi Februari 2021. Rapat dimulai hari ini dan hasilnya diumumkan besok.

Pelaku pasar sudah berekspektasi bahwa Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,5%. Ekspektasi itu tercermin dalam konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia.

Institusi

BI 7 Day Reverse Repo Rate (%)

Bank Danamon

3.5

ING

3.75

CIMB Niaga

3.5

Citi

3.5

DBS

3.5

Mirae Asset

3.75

BNI Sekuritas

3.5

Maybank Indonesia

3.5

Bank Mandiri

3.5

Bahana Sekuritas

3.5

Moody's Analytics

3.75

UOB

3.5

MEDIAN

3.5

Dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR pekan lalu, Gubernur Perry 'curhat' soal pertumbuhan ekonomi. Penerus Agus DW Martowardojo itu mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Tanah Air tidak sesuai ekspektasi.

"Sejujurnya ini di bawah ekspektasi. Memang arahnya ada perbaikan, tetapi tidak secepat yang kami perkirakan," tutur Perry, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Sebagai informasi, pada kuartal IV-2020 ekonomi Indonesia tumbuh -2,19% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). BI sempat memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air bisa tumbuh positif pada kuartal pamungkas tahun lalu.

Oleh karena itu, Perry menegaskan bahwa BI punya ruang untuk menurunkan suku bunga acuan demi mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun langkah ini harus tetap memperhatikan stabilitas ekonomi, terutama stabilitas nilai tukar rupiah.

Penurunan suku bunga acuan memang akan ikut menurunkan 'keseksian' aset-aset berbasis rupiah, terutama instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Selisih imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia dan AS tenor 10 tahun terus menyempit, menandakan potensi cuan yang bisa diraup investor berkurang.

Halaman Selanjutnya --> Dolar AS Mulai Seksi Lagi

Sementara dari sisi eksternal, penguatan mata uang Negeri Paman Sam ditopang oleh kenaikan yield obligasi pemerintah AS. Kini, yield US Traesury Bond tenor 10 tahun sudah di atas 1,3%, tertinggi sejak pekan keempat Februari 2020.

Kenaikan yield menandakan bahwa surat utang pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden memang sedang mengalami tekanan jual. Harga pun semakin murah.

Namun pada satu titik, tingginya yield dan murahnya harga obligasi pemerintah AS akan membuat investor melirik. Hasilnya, arus modal asing yang awalnya berkerumun di pasar keuangan negara berkembang (termasuk Indonesia) kini beralih ke AS.

"Dolar AS pun rebound, membuat mata uang Asia melemah. Ini disebabkan oleh kenaikan yield obligasi pemerintah," ujar Khoon Goh, Headof Asia Research di ANZ, sebagaimana diwartakan Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular