
Efek "Kesaktian" Sri Mulyani, Saham BRI Terbang Pas IHSG Drop

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan aset terbesar di Indonesia, yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) berhasil melesat kencang pada perdagangan Selasa (9/2/2021).
Data BEI mencatat, saham BBRI ditutup naik hingga 3,59% ke posisi Rp 4.620/saham. Dalam 3 bulan terakhir saham BBRI melesat 37%.
Saham BBRI pun sempat meroket hingga 6,05% pada perdagangan sesi I pagi hari ini. Transaksi saham BBRI hari ini sangat ramai hingga menyentuh di angka Rp 2 triliun.
Investor asing melakukan pembelian bersih jumbo di saham BBRI dengan beli bersih mencapai Rp 699 miliar. Saat ini BBRI memiliki kapitalisasi pasar Rp 570 triliun.
Adapun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup sore ini minus 0,44% di level 6.181,67.
Kenaikan saham BBRI pada hari ini tentunya tak lepas dari sentimen positif yang datang dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR secara virtual, Senin (8/2/2021), Menkeu memaparkan skenario penggabungan ketiga BUMN dengan BRI akan menjadi holding-nya.
![]() Holding Ultra Mikro, Slide dari Menkeu |
Bentuk kongkretnya, pemerintah akan menggabungkan tiga BUMN yaitu Bank BRI, PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.
Pembentukan holding ini akan diawali dengan aksi korporasi penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue dari Bank BRI.
"Holding dilakukan melalui persetujuan rights issue dari BRI di mana negara akan ambil bagian seluruhnya dengan cara alihkan seluruh sahan Seri B dari PNM dan Pegadaian diserahkan ke BRI," kata Sri Mulyani Indrawati.
Nantinya BBRI akan menguasai 99,9% saham Pegadaian dan PNM.
Dalam skema HMETD pemerintah akan mengambil bagian seluruhnya dengan cara mengalihkan saham seri B yang dimiliki negara di Pegadaian dan PNM ke BBRI.
Penyetoran seluruh saham seri pada Pegadaian dan PNM akan dilakukan sesuai dengan PP 72/2016 tentang Tata Cara Penyertaan Modal Negara kepada BUMN.
Partisipasi pemerintah dalam transaksi ini bentuknya non-cash. Pemerintah tak akan menyuntikkan dana segar ke BBRI dari APBN. Kepemilikan saham pemerintah di BBRI pun tidak akan terdilusi.
Setelah holding terbentuk pemerintah masih akan menguasai ±56,75% ≤ 60%. Sementara itu publik masih akan mengusai ±40% ≤ 43,25% saham BBRI.
Nilai transaksi korporasi ini akan didasarkan pada penilaian independen KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) sesuai dengan ketentuan pasar modal dan berdasarkan laporan keuangan pada 31 Desember 2020.
Aksi korporasi ini dinilai bakal menguntungkan semua pihak baik bagi korporasi, pemerintah hingga masyarakat secara luas, sebagaimana disampaikan Menkeu dalam presentasinya di parlemen Senin kemarin.
Untuk korporasi, pembentukan holding ini akan membawa setidaknya tiga manfaat utama yaitu peningkatan valuasi dan efisiensi bisnis serta penurunan cost of funds. Semangat yang ingin dibangun ialah sinergi antar-BUMN.
Holding ultra-mikro juga membuat struktur BUMN menjadi lebih ramping sehingga diharapkan mampu meningkatkan tata kelola bisnisnya.
Selain itu dengan adanya holding diharapkan mampu meningkatkan rasio penyaluran kredit ke UMKM yang jumlahnya mencapai 98% dari total pelaku usaha.
Tahun lalu, BBRI mencatatkan laba bersih sebesar Rp 18,66 triliun, turun 45,70% dari laba bersih tahun 2019 sebesar Rp 34,37 triliun.
Adapun aset Bank BRI tercatat di atas Rp 1.500 triliun atau tepatnya Rp 1.511,81 triliun di tahun lalu, naik 6,7% dari Desember 2019 sebesar Rp 1.417 triliun. Tahun 2018 aset BRI Rp 1.297 triliun, dan tahun 2017 asetnya Rp 1.127 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mengupas Strategi Bisnis dan Rencana Rights Issue Jumbo BRI
