
Bakal Rights Issue, Siap-siap Ini Target Harga Terdekat BBRI

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan efek PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia menyebutkan kinerja PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) pada tahun ini akan lebih baik dibandingkan dengan perkiraan.
Laba bank BUMN ini diprediksi bisa mencapai Rp 30 triliun atau tepatnya Rp 29,88 triliun di 2021, dibanding dengan perkiraan sebelumnya di angka Rp 28 triliun.
Perkiraan ini didasarkan lantaran akselerasi bisnis BRI yang lebih cepat dari perkiraan dan kualitas manajemen yang dinilai lebih baik.
Seperti diketahui, untuk kinerja full year 2020, Bank Rakyat Indonesia mencatatkan laba bersih sebesar Rp 18,66 triliun di sepanjang 2020, turun 45,70% dari laba bersih tahun 2019 sebesar Rp 34,37 triliun.
![]() Riset BBRI dari Mirae Asset 1 Februari 2021 |
Adapun aset Bank BRI tercatat di atas Rp 1.500 triliun atau tepatnya Rp 1.511,81 triliun di tahun lalu, naik 6,7% dari Desember 2019 sebesar Rp 1.417 triliun. Tahun 2018 aset BRI Rp 1.297 triliun, dan tahun 2017 asetnya Rp 1.127 triliun.
Angka laba bersih 2020 itu mencapai 123% dari perkiraan sekuritas asal Korea Selatan ini dan 95% dari konsensus analis.
Peningkatan tertinggi terjadi pada pertumbuhan laba bersih di kuartal terakhir yang senilai Rp 4,53 triliun atau naik 15,3% secara kuartalan (QoQ) yang didorong oleh biaya kredit yang lebih tinggi pada kuartal terakhir tersebut.
"Kami mempertahankan rekomendasi Beli kami dengan target harga yang sedikit lebih tinggi menjadi Rp 5.620 (dari Rp 5.580)," tulis analis Mirae Asset, Lee Young Jun, dalam riset per 1 Februari 2021, dikutip Selasa (9/2/2021).
Target harga tersebut menyiratkan price to book (P/B) senilai 3,1x dengan estimasi hingga 12 bulan ke depan.
Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang juga dihadapi oleh BRI kendati bisnis perusahaan terus membaik, yakni adanya risiko penghentian paket stimulus pemerintah untuk segmen mikro.
Seperti diketahui, tahun lalu meski kualitas aset memburuk, paket stimulus pemerintah membantu pertumbuhan kredit BRI hingga bisa positif 2,4% YoY dengan pertumbuhan tertinggi pada segmen mikro yang naik 14,2%.
Pertumbuhan paling tinggi terjadi pada kuartal terakhir yakni tumbuh 40%.
"Ekspansi ke segmen mikro menjadi salah satu cara BBRI untuk meningkatkan NIM [margin bunga bersih] dari 5,8% pada 9M20 menjadi 6,0% pada 2020. Selain itu, BBRI memangkas suku bunga deposito pada 4-Q20 dan mampu menurunkan biaya pendanaan menjadi 3,22%," tulis riset tersebut.
Risiko lainnya adalah turunnya tingkat keberhasilan dari kredit yang direstrukturisasi. Adapun total kredit BRI yang direstrukturisasi tahun lalu nilainya mencapai Rp 187 triliun, atau mewakili 21% dari total kredit BRI.
Terakhir adalah adanya risiko dari pemulihan daya beli konsumen yang lebih lambat dari perkiraan.
Adapun bank ini juga akan melakukan penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue. Hal ini merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk membentuk Holding Ultra Mikro (Holding UMi).
Tiga perusahaan BUMN yang akan digabung dalam satu holding adalah BRI, PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.
"Holding dilakukan melalui persetujuan rights issue dari BRI di mana negara akan ambil bagian seluruhnya dengan cara alihkan seluruh sahan Seri B dari PNM dan Pegadaian diserahkan ke BRI," kata Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR secara virtual, Senin (8/2/2021).
Nantinya BBRI akan menguasai 99,9% saham Pegadaian dan PNM.
Dalam skema HMETD pemerintah akan mengambil bagian seluruhnya dengan cara mengalihkan saham seri B yang dimiliki negara di Pegadaian dan PNM ke BBRI. Penyetoran seluruh saham seri pada Pegadaian dan PNM akan dilakukan sesuai dengan PP 72/2016 tentang Tata Cara Penyertaan Modal Negara kepada BUMN.
Partisipasi pemerintah dalam transaksi ini bentuknya non-cash. Pemerintah tak akan menyuntikkan dana segar ke BBRI dari APBN. Kepemilikan saham pemerintah di BBRI pun tidak akan terdilusi.
Setelah holding terbentuk pemerintah masih akan menguasai ±56,75% ≤ 60%. Sementara itu publik masih akan menguasai ±40% ≤ 43,25% saham BBRI.
Nilai transaksi korporasi ini akan didasarkan pada penilaian independen KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) sesuai dengan ketentuan pasar modal dan berdasarkan laporan keuangan pada 31 Desember 2020.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wow! Morgan Stanley Borong Saham BBRI Rp 138 M di Pasar Nego
