Ekonomi RI Bertepuk Sebelah Tangan, Gimana Nasib Rupiah?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 February 2021 09:25
Dollar-Rupiah
Ilustasi Rupiah dan Dolar AS CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Serangkaian data ekonomi yang kurang menggembirakan membuat investor ragu menanamkan modal di Indonesia.

Pada Selasa (9/2/2021), US$ 1 setara dengan Rp 13.990 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat tipis 0,04% dibandingkan posisi sehari sebelumnya.

Namun itu tidak lama. Pada pukul 09:23 WIB, rupiah melemah 0,04% ke Rp 14.000.

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot di posisi Rp 13.995/US$. Rupiah terapresiasi 0,14% sekaligus menyentuh titik terkuat sejak 21 Januari 2021.

Namun hari ini, ada hal yang bisa membuat rupiah sulit bertahan di bawah Rp 14.000/US$. Sentimen domestik menjadi beban bagi langkah mata uang Tanah Air.

Hari ini, Bank Indonesia (BI) dijadwalkan merilis data penjualan ritel periode Desember 2020 dan perkiraan Januari 2021. Sebelumnya, BI) memperkirakan penjuala ritel Desember 2020 tumbuh negatif 20,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Jika terwujud, maka akan menjadi yang terendah sejak November 2008.

Data ini akan semakin memberi konfirmasi bahwa di sisi permintaan alias konsumsi, ekonomi Indonesia masih rapuh Sebelumnya sudah ada dua data yang menggambarkan hal tersebut.

Pertama adalah inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi sebesar 1,55% YoY pada periode Januari 2021, melambat dari bulan sebelumnya yang sebesar 1,68%. Inflasi inti, yang mencerminkan kekuatan daya beli, berada di 1,56% YoY, terendah sejak BPS mencatat data inflasi inti pada 2004.

Kedua adalah Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang baru dirilis oleh BI kemarin. Pada Januari 2021, IKK berada di 84,9, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 96,5.

IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau masih di bawah 100, maka konsumen secara umum pesimistis dalam memandang perekonomian, baik saat ini maupun enam bulan yang akan datang.

Padahal di sisi produksi, terlihat ada tanda perbaikan. IHS Markit melaporkan aktiivtas manufaktur yang digambarkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI) berada di 52,2 pada Januari 2021. Ini adalah yang tertinggi dalam 6,5 tahun terakhir.

Artinya, ekonomi Ibu Pertiwi belum sembuh betul. Di sisi produksi sudah ada geliat, tetapi permintaan masih lesu. Bagai cinta bertepuk sebelah tangan, ini bukan hal yang sehat.

Akibatnya, investor agak ragu untuk menanamkan modal di pasar keuangan Tanah Air. Kemarin meski rupiah menguat terlihat bahwa investor agak menjaga jarak.

DI pasar saham, investor asing membukukan jual bersih Rp 211,57 miliar di pasar reguler. Sementara imbal hasil (yield) obligasi pemerintah berbagai tenor terpantau naik. Kenaikan yield menandakan harga surat utang sedang turun karena tekanan jual.

Oleh karena itu, sepertinya hari ini rupiah tidak bisa mengelak lagi. Kalau performa ekonomi Indonesia masih pincang atau berat sebelah seperti sekarang, maka pasar akan menghukum dengan cara berbalik badan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular