Dear Rupiah, Apa Bisa Tahan Lama di Bawah Rp 14.000/US$?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 February 2021 17:10
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sukses menembus ke bawah Rp 14.000/US$ pada perdagangan Senin (8/2/2021). Sejak awal tahun ini, rupiah sudah 3 kali menembus level psikologis tersebut, tetapi selalu tidak tahan lama.

Melansir data Refinitiv, rupiah hari ini menguat 0,18% ke Rp 13.995/US$ di pasar spot. Sebelumnya, menembus Rp 14.000/US$, bahkan mencapai Rp 13.885/US$ pada 4 Januari lalu. Tetapi 5 hari perdagangan setelahnya kembali ke atas Rp 14.000/US$.

Rupiah berhasil menembus lagi level psikologis tersebut pada 21 Januari lalu, tetapi hanya berumur sehari saja. Baru hari ini, rupiah kembali ke bawah Rp 14.000/US$.

Salah satu faktor yang membuat rupiah sulit tahan lama di bawah Rp 14.000/US$ adalah masih tingginya penambahan kasus penyakit virus corona (Covid-19) di Indonesia.

Hal tersebut, ditunjukkan oleh survei 2 mingguan Reuters, dimana daya tarik rupiah menjadi menurun.

Survei tersebut menunjukkan para pelaku pasar masih mengambil posisi beli (long) rupiah tetapi porsinya terus menurun.

Survei yang dilakukan secara 2 mingguan tersebut melihat posisi yang diambil pelaku pasar terhadap 9 mata uang utama Asia melawan dolar AS.

Survei tersebut menggunakan skala -3 sampai 3, angka negatif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) mata uang Asia dan jual (short) dolar AS. Semakin mendekati -3 artinya posisi long yang diambil semakin besar.

Sementara angka positif berarti short mata uang Asia dan long dolar AS, dan semakin mendekati angka 3, semakin besar posisi short mata uang Asia.

Hasil survei terbaru yang dirilis hari ini, Kamis (28/1/2021), menunjukkan pelaku pasar mengambil posisi long terhadap rupiah, meski nilainya terus menurun dari survei-survei sebelumnya.

Nilai posisi long untuk rupiah saat ini -0,41%, turun dari hasil survei sebelumnya -0,57%. Bahkan posisi long rupiah sudah menurun dalam 4 survei beruntun.

Berkaca dari survei sepanjang tahun lalu, yang konsisten dengan pergerakan rupiah, maka risiko pelemahan kini semakin meningkat.

Pada awal tahun 2020, rupiah juga menunjukkan kinerja impresif melawan dolar AS, namun di akhir Januari mulai meredup hingga akhirnya terpuruk.

Kala itu, di awal tahun investor dalam survei Reuters mengambil posisi long, yang perlahan terpangkas hingga akhirnya berbalik menjadi short, dan rupiah akhirnya KO.

HALAMAN SELANJUTYNYA >>> PPKM Tak Efekif, Kasus Covid-19 Terus Menanjak

Terus terpangkasnya posisi long rupiah terjadi akibat kasus positif virus corona (Covid-19) yang terus menanjak. Padahal pemerintah sudah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) selama 1 bulan terakhir. PPKM kini kembali diperpanjang, tetapi sedikit ada pelonggaran dan disebut PPKM Mikro.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dilakukan sejak pertengahan bulan lalu tidak efektif menekan angka kasus Covid-19.

Hal tersebut disampaikan Jokowi dalam rapat terbatas tentang Pendisiplinan Melawan Covid-19 di Istana Bogor, Jumat (29/01/2021) yang dirilis dalam kanal YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (31/01/2021).

"Berkaitan dengan PPKM 11 Januari-25 Januari, kita harus ngomong apa adanya, ini tidak efektif. Mobilitas juga masih tinggi, kita memiliki indeks mobility-nya ada, sehingga di beberapa Provinsi Covid nya tetap naik," tutur Jokowi dengan nada tinggi.

Menurutnya, kebijakan ini tidak efektif karena implementasi di lapangan tidak tegas, sehingga esensi dari pembatasan kegiatan masyarakat ini tidak terlihat dan tidak menurunkan mobilitas di lapangan.

Selama 1 bulan pelaksanaan PPKM, rata-rata penambahan kasus per hari mencapai 11.779 orang. Rata-rata tersebut meningkat tajam dibandingkan sebulan sebelumnya sebanyak 7.622 kasus per hari.

Total, hingga 7 Februari lalu jumlah kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 1.157.837 kasus.

Terus menanjaknya kasus Covid-19 membuat para investor khawatir pemulihan ekonomi Indonesia akan terganggu. Apalagi Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF) sudah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dalam laporan terbarunya yang bertajuk World Economic Outlook, IMF memprediksi produk domestik bruto (PDB) global tahun 2021 tumbuh 5,5%, naik 0,3 poin persentase dibandingkan dengan proyeksi IMF pada Oktober tahun lalu. Baik negara berkembang maupun negara maju keduanya diramal bakal memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.

Namun, IMF justru merevisi turun prospek pertumbuhan PDB Indonesia menjadi 4,8% untuk 2021. Lebih rendah 1,3 poin persentase dibanding perkiraan pada Oktober tahun lalu.

Sebelum IMF, Bank Dunia sebelumnya juga menurunkan proyeksi PBD Indonesia. Bank Dunia kini memperkirakan PDB RI untuk tahun 2021 bakal tumbuh 4,4%. Angka tersebut direvisi turun sebesar 0,2 poin persentase dari ramalan sebelumnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Tetap Tegas, Rupiah Tetap Liar!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular