Selamat! Rupiah Menguat ke Rp 13.995/US$ dan Juara Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 February 2021 15:42
Dollar-Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (8/2/2021), mengakhiri perdagangan di bawah level Rp 14.000/US$ untuk pertama kalinya sejak 21 Januari lalu.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14% ke Rp 14.000/US$. Rupiah belum mencicipi zona merah hingga siang ini, penguatan bahkan sempat terakselerasi hingga ke 0,29% ke Rp 13.980/US$.

Rupiah sempat kembali ke Rp 14.000/US$, tetapi di akhir perdagangan berhasil maju selangkah ke Rp 13.995/US$, menguat 0,18% di pasar spot.

Dengan penguatan tersebut, rupiah hari ini menjadi yang terbaik di Asia bahkan mayoritas mata uang utama mengalami pelemahan. Hingga pukul 15:10 WIB, selain rupiah ada yuan China dan ringgit Malaysia yang menguat 0,14%, serta peso Filipina yang menguat tipis 0,02%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia. 

Rilis data dari dalam negeri pada pekan lalu yang cukup bagus sebenarnya mampu menopang kinerja rupiah.

IHS Markit pada Senin (1/2/2021) pekan lalu melaporkan aktivitas manufaktur yang dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia periode Januari 2021 sebesar 52,2. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 51,3.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau sudah di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang memasuki masa ekspansi.

Yang bagus dari ekspansi tersebut adalah terjadi saat berlangsung Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), yang dikhawatirkan membuat pemulihan ekonomi melambat. Tetapi nyatanya sektor manufaktur Indonesia justru semakin berekspansi.

Kemudian Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun lalu mengalami kontraksi (tumbuh negatif) sebesar 2,07%. Rilis tersebut sedikit lebih baik dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 di -2,1%.

Selain Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa bulan Januari 2021 mencatat rekor tertinggi sepanjang masa US$ 138 miliar. Kenaikan cadangan devisa tersebut berarti BI punya lebih banyak amunisi untuk menstabilkan rupiah kala mengalami gejolak.

Sementara itu pada PDB kuartal IV-2020 dilaporkan mengalami kontraksi 2,19% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).

Dengan demikian, perekonomian Indonesia mengalami kontraksi dalam 3 kuartal beruntun, artinya belum mampu lepas dari resesi.

Pelaku pasar sudah mengantisipasi dan maklum akan kontraksi yang dialami Indonesia. Tidak hanya Indonesia, nyaris semua negara di dunia ini mengalami kontraksi ekonomi akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

Yang paling penting bagi pelaku pasar adalah respon pemerintah untuk membangkitkan perekonomian, serta bagaimana pemulihan ekonomi berjalan, cepat atau lambat.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa bulan Januari 2021 mencatat rekor tertinggi sepanjang masa US$ 138 miliar.

Kenaikan cadangan devisa tersebut berarti BI punya lebih banyak amunisi untuk menstabilkan rupiah kala mengalami gejolak.

Sementara itu, keyakinan konsumen Indonesia pada Januari 2021 turun dibandingkan bulan sebelumnya. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) semakin jauh dari level 100, ambang batas optimisme.

BI hari ini melaporkan, IKK pada Januari 2021 berada di 84,9. Lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada Desember 2020 sebesar 96,5.

Penurunan keyakinan konsumen terutama disebabkan menurunnya ekspektasi terhadap kondisi ekonomi pada enam bulan yang akan datang.

Seandainya data IKK tersebut membaik juga, rupiah tentunya bisa menguat semakin jauh dari level Rp 14.000/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Tetap Tegas, Rupiah Tetap Liar!

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular