Usai Terjun 3 Hari, Harga Batu Bara Bangkit ke US$ 84/Ton

Market - Tri Putra, CNBC Indonesia
07 February 2021 09:45
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo) Foto: Bongkar muat batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah terjun bebas dalam perdagangan tiga hari pertama pekan ini, harga batu bara akhirnya naik juga. Meskipun menunjukkan sinyal rebound, harga batu legam tak mampu kembali ke level awal pekan.

Sepekan terakhir harga batu bara terkoreksi 6,61% ke level US$ 84/ton. Syukurnya batu legam masih mampu ditutup di atas level psikologisnya US$ 80/ton.

Sebelumnya, harga batu bara sempat ambrol ke bawah US$ 80/ton atau tepatnya ke US$ 79,6/ton pada 3 Februari 2020. Ini menjadi harga batu bara terendah sejak 7 Januari 2021.

Harga si batu legam sudah menyentuh titik terendah (bottom) sehingga wajar jika menguat. Melihat tren historisnya harga batu bara akan melesat dan menyentuh rekor tertinggi barunya setelah drop signifikan.

Harga komoditas itu sempat ke US$ 91/ton sekaligus menjadi harga tertinggi untuk tahun ini. Prospek batu bara yang lebih positif di tahun 2021 membuka peluang harga untuk naik ke US$ 100/ton. Namun tetap harus melewati level psikologis US$ 95/ton terlebih dahulu.

Harga batu bara mulai tertekan hebat sejak kuartal terakhir tahun 2018. Tren koreksi terus terjadi hingga tahun 2019. Harga semakin ambrol ketika pandemi Covid-19 merebak di tahun 2020.

Bahkan harga kontrak batu bara ICE Newcastle sempat jatuh ke bawah US$ 50/ton. Baru setelah itu harga batu bara uptrend karena ada perbaikan dari sisi fundamentalnya terutama ditopang oleh geliat ekonomi China sebagai konsumen batu bara terbesar dunia.

Penurunan harga batu bara Newcastle mengekor anjloknya harga batu bara termal domestik China Qinhuangdao. Akhir pekan lalu, harga batu bara acuan China ini anjlok 14%. Untuk satu ton batu bara termal lokal China ini dipatok di RMB 768/ton.



Kendati anjlok, harga batu bara acuan China masih jauh lebih tinggi dibanding harga yang ditargetkan oleh pemerintah. Di China ada yang namanya zona hijau. Pemerintah menargetkan harga batu bara domestiknya terutama untuk yang berjenis termal di kisaran RMB 500 per ton hingga RMB 570 per ton.

Itu artinya ada selisih sekitar hampir RMB 200/ton atau hampir setara dengan US$ 31/dolar dari batas wajar tertinggi harga komoditas energi primer ini. Selisih (spread) harga batu bara Australia dan China pun menyempit. Namun tetap saja selisihnya masih di atas rata sejak hampir 10 tahun terakhir.

Harga batu bara mengalami apresiasi seiring dengan prospek perekonomian di tahun 2021 yang membaik terutama di China. Kenaikan permintaan batu bara China tidak bisa dipenuhi dengan pasokan domestik karena memang tidak mencukupi.

Cuaca ekstrem dan kebutuhan listrik yang meningkat membuat permintaan impor batu bara Negeri Panda mengalami kenaikan. Melansir Reuters, impor batu bara China di bulan Januari 2021 diperkirakan tembus 20,75 juta ton atau naik dari bulan Desember dan November tahun lalu yang masing-masing hanya 18,74 juta ton dan 10,21 juta ton.

Selain peningkatan permintaan batu bara China, harga gas alam cair (LNG) yang juga merupakan produk substitusi batu bara melesat tajam. Hal ini membuat para konsumen dan pengguna batu bara terutama perusahaan pembangkit listrik cenderung beralih menggunakan batu bara karena lebih murah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Tahan Lonjakan Harga, China Bakal Genjot Produksi Batu Bara!


(miq/miq)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading