Dolar AS vs Emas "Musuh Abadi", Silakan Pilih untuk Cuan

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 February 2021 17:15
Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Penyebab utama dolar AS diramal akan melemah adalah stimulus moneter dari The Fed yang masih akan berlangsung hingga tahun 2023. Ditambah lagi dengan kemungkinan cairnya stimulus fiskal US$ 1,9 triliun, yang tentunya membuat dolar AS makin tertekan.

Kedua stimulus tersebut membuat jumlah uang yang bereda di perekonomian bertambah, secara teori dolar AS akan melemah.

Di sisi lain, stimulus moneter dan fiskal merupakan bahan bakar emas untuk menguat. Pada tahun lalu, kedua stimulus tersebut mengantarkan emas mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons pada 7 Agustus 2020.

The Fed di bawah komando Jerome Powell pada Kamis pekan lalu mempertahankan suku bunga di rekor terendah <0,25% dan program pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan.

Kebijakan tersebut masih dipertahankan sebab The Fed melihat pemulihan ekonomi yang nyungsep akibat pandemi penyakitr virus corona (Covid-19) di Negeri Paman Sam mengalami pelambatan.

"Perekonomian masih jauh dari target inflasi dalam kebijakan moneter kami, dan kemungkinan membutuhkan waktu beberapa lama untuk mencapai kemajuan yang substansial. Kebijakan masih akan "sangat akomodatif saat pemulihan sedang berlangsung," kata ketua The Fed, Jerome Powell, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (28/1/2021).

Selain itu, dalam konferensi pers usai mengumumkan kebijakan moneter. Powell mengatakan laju pemulihan ekonomi dan pasar tenaga kerja dalam beberapa bulan terakhir berjalan secara moderat, dengan pelemahan terjadi di sektor yang paling terdampak pandemi.

Sementara itu, "bisik-bisik" pengurangan nilai QE atau yang dikenal dengan tapering di akhir tahun ini, yang selama ini beredar di pasar, dibantah oleh Powell.

"Mengenai tapering, itu masih prematur. Kamu baru saja membuat panduan. Kami mengatakan kami ingin melihat kemajuan yang substansial menuju target kami sebelum kami memodifikasi panduan QE. Dan itu masih terlalu prematur untuk membahas kapan waktunya, kami harus fokus dalam kemajuan yang ingin kami lihat," kata Powell.

Pernyataan Powell tersebut membuat "bisik-bisik" tapering di akhir tahun ini meredup.

Sebelumnya "bisik-bisik" tapering membuat emas sulit untuk menguat, kini setelah Powell mengatakan hal tersebut terlalu prematur, emas seharusnya bisa kembali menguat.
Sementara itu, suku bunga rendah <0,25% juga masih belum akan dinaikkan hingga tahun 2023, hal tersebut terindikasi dari data dari Fed Dot Plot yang diirlis. Sehingga ruang penguatan emas sebenarnya masih cukup besar.

Sementara itu House of Representative (DPR) AS sudah menyepakati resolusi anggaran pada Rabu (3/2/2021) waktu setempat. Resolusi tersebut akan diserahkan ke Senat AS dan diprediksi juga akan disepakati di pekan ini. Untuk diketahui DPR dan Senat AS kini sudah dikuasai oleh Partai Demokrat.

Dengan resolusi tersebut pemerintah AS bisa mencairkan stimulus fiskal US$ 1,9 triliun tanpa perlu persetujuan dari Partai Republik.

Ketika stimulus tersebut cair, tekanan bagi dolar AS tentunya akan bertambah, dan emas berpotensi kembali menajak.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular