Dolar AS vs Emas "Musuh Abadi", Silakan Pilih untuk Cuan

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 February 2021 17:15
Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia jeblok ke bawah US$ 1.800/troy ons pada perdagangan Kamis kemarin, sementara indeks dolar Amerika Serikat (AS) menguat. Kedua aset ini memang "musuh" sejati, ketika yang satu naik, maka yang lainnya akan turun. 

Melansir data Refinitiv, harga emas dunia kemarin ambrol 2,26% ke US$ 1.792,26/troy ons. Level tersebut merupakan yang terendah sejak 1 Desember lalu. Sementara indeks dolar AS melesat 0,4% ke 91,529 yang merupakan level tertinggi sejak awal Desember.

Terlihat jelas bagaimana 2 aset ini merupakan "musuh sejati".

Hal yang sama terjadi pada hari ini, Jumat (5/2/2021), hingga pukul 16:06 WIB, indeks dolar AS turun 0,11%, sementara emas melesat 0,84% ke US$ 1.807,3/troy ons.

Dolar AS memang sedang kuat-kuatnya belakangan ini. dipicu oleh bagusnya data tenaga kerja Negeri Paman Sam yang membuat pelaku pasar melakukan aksi short covering (menutup posisi jual dolar AS), sehingga the greenback terus menguat.

"Ekonomi AS relatif lebih kuat dibandingkan negara lainnya, sehingga memicu aksi short covering dolar AS," kata Tohru Sasaki, kepala riset pasar Jepang J.P. Morgan, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (5/2/2021).

Tetapi jangan salah, nyaris tidak ada analis yang memprediksi dolar AS akan terus menguat. Artinya penguatan the greenback hanya akan berlangsung sementara.

Hasil survei terbaru yang dilakukan Reuters pada 4 -7 Januari terhadap 70 ahli strategi mata uang, menunjukkan sebanyak 46% memprediksi dolar AS masih akan melemah dalam 1 sampai 2 tahun ke depan. Persentase tersebut naik ketimbang survei bulan Desember lalu sebesar 39%.

idrFoto: Refinitiv

Sementara yang memprediksi the greenback akan melemah lebih dari 2 tahun sebesar 10%, sama dengan hasil survei bulan lalu.

Sedangkan yang memprediksi pelemahan dolar AS hanya akan berlangsung selama 3 bulan turun menjadi 14% dari sebelumnya 15%.

Artinya, meski indeks dolar AS sempat rebound belakangan ini, tetapi ke depannya masih berisiko tertekan.

Ahli strategi dari Westpac melihat vaksinasi yang dilakukan di Eropa akan mulai dipercepat pada akhir kuartal IV, ditambah dengan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang masih mempertahankan kebijakan moneter ultra-longgar pada akhirnya akan membuat dolar AS melemah.

"Penguatan indeks dolar AS (DXY) hanya sementara," tulis ahli strategi Westpac dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International, Jumat (5/4/2021).

Bahkan dalam catatan tersebut Westpac memberikan keterangan "Jual DXY ketika di Level 92". Indeks dolar AS saat ini berada di kisaran 91, sehingga kemungkinan tidak akan naik lebih jauh lagi.

Ketika sang "musuh sejati" turun, harga emas tentunya berpeluang besar kembali naik.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Stimulus Moneter dan Fiskal Tekan Dolar AS Untungkan Emas

Penyebab utama dolar AS diramal akan melemah adalah stimulus moneter dari The Fed yang masih akan berlangsung hingga tahun 2023. Ditambah lagi dengan kemungkinan cairnya stimulus fiskal US$ 1,9 triliun, yang tentunya membuat dolar AS makin tertekan.

Kedua stimulus tersebut membuat jumlah uang yang bereda di perekonomian bertambah, secara teori dolar AS akan melemah.

Di sisi lain, stimulus moneter dan fiskal merupakan bahan bakar emas untuk menguat. Pada tahun lalu, kedua stimulus tersebut mengantarkan emas mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons pada 7 Agustus 2020.

The Fed di bawah komando Jerome Powell pada Kamis pekan lalu mempertahankan suku bunga di rekor terendah <0,25% dan program pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan.

Kebijakan tersebut masih dipertahankan sebab The Fed melihat pemulihan ekonomi yang nyungsep akibat pandemi penyakitr virus corona (Covid-19) di Negeri Paman Sam mengalami pelambatan.

"Perekonomian masih jauh dari target inflasi dalam kebijakan moneter kami, dan kemungkinan membutuhkan waktu beberapa lama untuk mencapai kemajuan yang substansial. Kebijakan masih akan "sangat akomodatif saat pemulihan sedang berlangsung," kata ketua The Fed, Jerome Powell, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (28/1/2021).

Selain itu, dalam konferensi pers usai mengumumkan kebijakan moneter. Powell mengatakan laju pemulihan ekonomi dan pasar tenaga kerja dalam beberapa bulan terakhir berjalan secara moderat, dengan pelemahan terjadi di sektor yang paling terdampak pandemi.

Sementara itu, "bisik-bisik" pengurangan nilai QE atau yang dikenal dengan tapering di akhir tahun ini, yang selama ini beredar di pasar, dibantah oleh Powell.

"Mengenai tapering, itu masih prematur. Kamu baru saja membuat panduan. Kami mengatakan kami ingin melihat kemajuan yang substansial menuju target kami sebelum kami memodifikasi panduan QE. Dan itu masih terlalu prematur untuk membahas kapan waktunya, kami harus fokus dalam kemajuan yang ingin kami lihat," kata Powell.

Pernyataan Powell tersebut membuat "bisik-bisik" tapering di akhir tahun ini meredup.

Sebelumnya "bisik-bisik" tapering membuat emas sulit untuk menguat, kini setelah Powell mengatakan hal tersebut terlalu prematur, emas seharusnya bisa kembali menguat.
Sementara itu, suku bunga rendah <0,25% juga masih belum akan dinaikkan hingga tahun 2023, hal tersebut terindikasi dari data dari Fed Dot Plot yang diirlis. Sehingga ruang penguatan emas sebenarnya masih cukup besar.

Sementara itu House of Representative (DPR) AS sudah menyepakati resolusi anggaran pada Rabu (3/2/2021) waktu setempat. Resolusi tersebut akan diserahkan ke Senat AS dan diprediksi juga akan disepakati di pekan ini. Untuk diketahui DPR dan Senat AS kini sudah dikuasai oleh Partai Demokrat.

Dengan resolusi tersebut pemerintah AS bisa mencairkan stimulus fiskal US$ 1,9 triliun tanpa perlu persetujuan dari Partai Republik.

Ketika stimulus tersebut cair, tekanan bagi dolar AS tentunya akan bertambah, dan emas berpotensi kembali menajak.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Produk Unggulan Asuransi 2025 Saat Ekonomi Penuh Tantangan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular