Turun Terus Harga Batu Bara di Bawah US$ 80/ton, Ada Apa?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
04 February 2021 10:49
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara lanjut melemah. Untuk kontrak futures (berjangka) batu bara ICE Newcastle harganya drop 2,9% ke US$ 79,6/ton pada perdagangan kemarin, Rabu (3/2/2021).

Jika dihitung sejak menyentuh level tertingginya di tahun ini pada 28 Januari lalu di US$ 91/ton, harga kontrak yang aktif ditransaksikan tersebut telah anjlok 12,5%. Harga batu bara sebelumnya sudah reli kencang, sehingga wajar apabila mengalami koreksi.

Penurunan harga batu bara Newcastle mengekor anjloknya harga batu bara termal domestik China Qinhuangdao. Akhir pekan lalu harga batu bara acuan China ini anjlok 14%. Untuk satu ton batu bara termal lokal China ini dipatok di RMB 768/ton.

Kendati anjlok, harga batu bara acuan China masih jauh lebih tinggi dibanding harga yang ditargetkan oleh pemerintah. Di China ada yang namanya zona hijau. Pemerintah menarget harga batu bara domestiknya terutama untuk yang berjenis termal di kisaran RMB 500 - 570 per ton.

Itu artinya ada selisih sekitar hampir RMB 200/ton atau hampir setara dengan US$ 31/dolar dari batas wajar tertinggi harga komoditas energi primer ini. Selisih (spread) harga batu bara Australia dan China pun menyempit. Namun tetap saja selisihnya masih di atas rata sejak hampir 10 tahun terakhir.

Harga batu bara mengalami apresiasi seiring dengan prospek perekonomian di tahun 2021 yang membaik terutama di China. Kenaikan permintaan batu bara China tidak bisa dipenuhi dengan pasokan domestik karena memang tidak mencukupi.

Cuaca ekstrem dan kebutuhan lisrik yang meningkat membuat permintaan impor batu bara Negeri Panda mengalami kenaikan. Melansir Reuters, impor batu bara China di bulan Januari 2021 diperkirakan tembus 20,75 juta ton atau naik dari bulan Desember dan November tahun lalu yang masing-masing hanya 18,74 juta ton dan 10,21 juta ton.

Geliat ekonomi China sebagai konsumen batu bara terbesar di dunia membuat permintaan terhadap komoditas energi fosil ini meningkat dan membuat harganya terbang. Prospek batu bara di tahun ini dinilai lebih positif dari tahun 2020.

Pandemi Covid-19 memang masih terus merebak. Banyak pihak yang skeptis vaksinasi akan berhasil mengingat uji klinis yang belum selesai, pasokan yang terbatas dan masalah distribusi yang kompleks.

Namun sentimen commodity supercycle cukup membuat harga komoditas pertanian dan pertambangan terdongkrak termasuk batu bara. Apabila berkaca pada tren historis, harga batu bara masih berpeluang melesat ke US$ 100/ton seperti yang terjadi pada 2009 dan 2016 silam.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Top! Tak Kapok Cetak Rekor, Harga Batu Bara Tembus US$ 61/Ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular