
Ibu-ibu 'Gigit Jari'! Emas Gagal Kasih Cuan Pekan Ini, Why?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia turun sepanjang pekan ini. Tren penguatan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) mempengaruhi harga sang logam mulia.
Sepanjang minggu ini, harga emas dunia di pasar spot turun tipis 0,3% secara point-to-point. Harga komoditas ini kian menjauh dari level US$ 1.900/US$.
Harga emas berbanding terbalik dengan dolar AS. Sebab, komoditas ini dibanderol dalam mata uang tersebut. Kala mata uang Negeri Paman Sam menguat, harga emas jadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain sehingga permintaan emas turun.
Inilah yang sedang terjadi. Sepanjang pekan ini, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,38%.
Dolar AS mengawali 2021 dengan baik. Sejak akhir 2020 hingga akhir pekan ini (year-to-date/YtD), Dollar Index menguat 0,73%.
Dolar AS jadi kesayangan investor pekan ini. Dua peristiwa di Negeri Adidaya memberi dukungan terhadap penguatan mata uang itu.
Pertama adalah hasil rapat bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed). Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 0-0,25%.
The Fed juga berkomitmen tetap menjalankan program pembelian obligasi (quantitative easing) sampai ekonomi dan pasar tenaga kerja betul-betul pulih dari dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Saat ini, The Fed memborong obligasi pemerintah AS setidaknya US$ 80 miliar per bulan plus aset beragun kredit properti (mortgage-based securities) US$ 40 miliar.
Hasil rapat ini adalah keputusan yang sesuai dengan ekspektasi . Pelaku pasar 'meramal' The Fed tidak akan memberi kejutan, dan itulah yang terjadi.
Namun anehnya, pelaku pasar malah bereaksi negatif. Bukannya jadi berani bermain agresif, investor malah memilih bermain defensif sehingga menguntungkan bagi aset aman (safe haven) seperti dolar AS.
"Pandemi semakin mengkhawatirkan sementara proses vaksinasi berjalan lambat sehingga ekonomi AS bakal kehilangan momentum pada kuartal I-2021. Lagi-lagi stimulus fiskal yang akan mengambil peran utama sementara The Fed sepertinya tidak akan melakukan upaya baru dalam waktu dekat," tegas Seema Shah, Chief Strategist di Principal Global Investors yang berbasis di London (Inggris), seperti dikutip dari Reuters.
Kedua adalah perkembangan pandemi virus corona yang kian mencemaskan. Pekan ini, jumlah pasien positif corona di seluruh dunia resmi menembus 100 juta orang.
Berbagai negara masih dan bahkan terus meningkatkan kadar pembatasan sosial (social distancing) demi menekan penyebaran virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut. Filipina, misalnya, memperpanjang pengetatan social distancing di ibukota Manila dan sekitarnya sampai akhir Februari 2021.
Artinya, Filipina belum bisa membuka kembali perekonomiannya dalam waktu dekat. Berbagai pembatasan masih akan berlaku, seperti jumlah pengunjung di pusat perbelanjaan, restoran, sampai transportasi umum.
Padahal Filipina sudah begitu terpukul akibat social distancing. Tahun lalu, Produk Domestik Bruto (PDB) Filipina tumbuh -9,5%, terendah sepanjang sejarah.
Kemudian di Inggris, pemerintahan Perdana Menteri Boris Johnson menutup akses penerbangan dari Uni Emirat Arab, baik langsung maupun transit. Termasuk rute Dubai-London, rute terpadat di dunia.
London resmi memasukkan Uni Emirat Arab, Burundi, dan Rwanda dalam daftar larangan kunjungan. Sebab, virus corona jenis baru yang terdeteksi di Afrika Selatan ditengarai sudah 'membobol' tiga negara terebut.
Dunia yang semakin tertutup karena pandemi virus corona yang kian ganas membuat prospek pemulihan ekonomi menjadi penuh tanda tanya. Memang sudah ada vaksin, tetapi seberapa cepat proses vaksinasi dan munculnya varian-varian baru virus corona membuat segalanya masih sangat tidak pasti.
Akibatnya, investor kembali memilih bermain aman bahkan sangat aman. Frasa cash is king sepertinya kembali mengudara dan menjadi pegangan pelaku pasar. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian, paling aman memang memegang uang tunai.
Pilihannya bukan sembarang uang tunai tetapi tentunya dolar AS. Maklum, dolar AS adalah mata uang global yang diterima di seluruh negara dan bisa menyelesaikan segala urusan.
Perburuan investor terhadap dolar AS membuat mata uang ini menjadi menguat. Korban keperkasaan dolar AS tidak hanya mata uang lain (termasuk rupiah), tetapi juga emas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Ramalan Ngeri Terbukti! Harga Emas Pagi Ini Turun Lagi...