
BNI: Masih Ada Ruang Penurunan Bunga Kredit

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) menyatakan masih membuka ruang penurunan suku bunga kredit. Hal ini sejalan dengan tren suku bunga acuan Bank Indonesia yang diproyeksikan masih akan terjaga rendah di level 3,75% sampai dengan triwulan kedua tahun ini.
Namun demikian, menurut Direktur Treasury dan International BNI, Henry Panjaitan, ruang penurunan ini diperkirakan tidak seagresif seperti tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh kondisi likuiditas perbankan yang tak lagi longgar karena ekspektasi membaiknya perekonomian.
Sehingga, pemerintah akan mengurangi anggaran stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) karena kredit tahun ini diperkirakan kembali pulih seiring membaiknya daya beli.
"BI 7DRR diperkirakan tetap 3,75% sampai Q2-2020, ini menyebabkan ruang bagi BNI menurunkan suku bunga kredit masih ada, tapi lebih sempit dibanding 2020," ujar Henry Panjaitan, dalam konferensi pers secara daring, Jumat (29/1/2021).
Sepanjang tahun lalu, BNI telah menyalurkan kredit sebesar Rp 586,2 triliun, naik 5,3% YoY. Rinciannya, kredit di segmen korporasi meningkat 7,4% YoY menjadi Rp 309,7 triliun. Sementara itu, kredit kepada segmen bisnis kecil masih sustain sebesar 12,3% YoY menjadi Rp 84,8 triliun. Sementara itu, kredit konsumer tercatat tumbuh 4,7% YoY menjadi Rp 89,9 triliun pada akhir tahun lalu.
Sedangkan, Dana Pihak Ketiga (DPK) perseroan tercatat tumbuh 10,6% YoY menjadi sebesar Rp 679,5 triliun. BNI masih akan fokus pada peningkatan dana murah tercermin dari rasio CASA pada akhir Desember 2020 yang berada di level 68,4% atau meningkat 160 bps secara YoY. Upaya perseroan dalam peningkatan CASA berhasil menekan biaya dana pihak ketiga. Dampak positif dari penurunan biaya dana pihak ketiga ini diteruskan oleh bank kepada nasabah dalam bentuk penurunan suku bunga kredit.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini juga meyakini, di tahun ini rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) akan berada di bawah 4%. Beberapa asumsi yang digunakan dalam rasio NPL tersebut antara lain adanya potensi membaiknya ekonomi tahun ini karena proses vaksinasi Covid secara global.
"Kami memperbaiki proses kredit dan manajemen risiko sejak 2020, dampaknya akan terlihat di 2021. Pencadangan di 2021 akan kami proyeksikan lebih rendah seiring membaiknya NPL, tapi akan lebih tinggi dari 2019," ujarnya.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kinerja Cemerlang, BNI Terus Didorong Go Internasional