Rupiah Kuat Sih, tapi Sulit Tembus Rp 14.000/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 January 2021 13:15
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah mampu mempertahankan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (29/1/2021). Meski demikian, Mata Uang Garuda terlihat masih kesulitan menembus Rp 14.000/US$.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14% di Rp 14.030/US$. Sempat terapresiasi ke 0,18%, sebelum berbalik melemah dengan persentase yang sama ke Rp 14.075/US$.

Setelahnya rupiah kembali menguat ke Rp 14.030/US$ dan bertahan di level tersebut hingga pukul 12:00 WIB.

PeriodeKurs Pukul 8:54 WIBKurs Pukul 11:54 WIB
1 PekanRp14.076,50Rp14.045,4
1 BulanRp14.121,00Rp14.086,7
2 BulanRp14.165,00Rp14.132,4
3 BulanRp14.217,50Rp14.179,4
6 BulanRp14.376,50Rp14.322,7
9 BulanRp14.521,00Rp14.479,0
1 TahunRp14.671,00Rp14.624,0
2 TahunRp15.437,00Rp15.350,0

Sulitnya rupiah menembus Rp 14.000/US$ terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang tidak berbeda jauh siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.

NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.

Pemulihan ekonomi AS yang melambat membuat indeks dolar yang sebelumnya perkasa menjadi lesu kembali, dan memberikan keuntungan bagi rupiah.

Indeks dolar AS kemarin mengalami koreksi 0,21% ke 90,455 setelah produk domestik bruto (PDB) kuartal IV-2020 yang tumbuh 4% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized), lebih rendah dari prediksi para ekonom yang disurvei Dow Jones sebesar 4,3%.

Rilis data PDB tersebut mengkonfirmasi pernyataan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) jika pemulihan ekonomi AS mengalami pelambatan. Dengan demikian The Fed kemungkinan akan mempertahankan kebijakan ultra longgar dalam waktu yang lama, bahkan ada kemungkinan program pembelian aset (quantitative easing/QE) akan ditambah jika pemulihan ekonomi terus memburuk.

Hal tersebut tentunya akan menekan dolar AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar AS Balas Dendam, Rupiah Dibikin KO Hari Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular