Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Mata uang Tanah Air juga perkasa di perdagangan pasar spot.
Pada Jumat (19/1/2021), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.084. Rupiah menguat 0,25% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Di 'arena' pasar spot, rupiah pun hijau. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.030 di mana rupiah menguat 0,11%.
Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan depresiasi 0,11% di hadapan dolar AS. Mata uang Negeri Paman Sam masih betah bertengger di atas Rp 14.000.
Hari ini, meski menguat, sepertinya agak sulit bagi rupiah untuk melengserkan dolar AS ke bawah Rp 14.000. Untuk mencapai level tersebut, mata uang Ibu Pertiwi harus menguat sekitar 0,4%. Memang bukan sesuatu yang mustahil tetapi juga bukan hal yang gampang.
Bukan apa-apa, ada tren pemintaan valas korporasi meningkat jelang akhir bulan untuk membiayai impor, utang jatuh tempo, dan sebagainya. Tingginya permintaan valas korporasi akan membatasi ruang gerak penguatan rupiah.
Walau begitu, arus modal asing di pasar keuangan masih bisa menopang apresiasi rupiah. Pada pukul 09:11 WIB, investor asing mencatatkan beli bersih Rp 57,47 miliar di pasar saham yang mengantar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,69%.
Kebetulan minat pelaku pasar terhadap aset-aset berisiko sedang tinggi. Ini tergambar dari bursa saham New York yang ditutup menguat lumayan tajam.
Dini hari tadi waktu Indonesia, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,99%. Sementara S&P 500 dan Nasdaq Composite terangkat masing-masing 0,98% dan 0,5%.
Investor di Wall Street menyambut baik rilis laporan keuangan emiten yang dinilai cukup oke. Apple Inc, misalnya, melaporkan pendapatan pada periode kuartal yang berakhir 26 Desember 2020 sebesar US$ 111,44 miliar. Melonjak 21% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan laba per saham (Earnings Per Share/EPS) berada di US$ 1,68, melesat 34,4%.
 Sumber: Refinitiv |
"Secara umum, hasil (laporan keuangan) sangat positif. Perusahaan-perusahaan besar tetap mampu menumbuhkan laba. Memang ini masih awal, baru sepertiga emiten yang sudah merilis laporan keuangan, tetapi memberi gambaran bahwa prospek ekonomi ke depan akan cerah," tutur Ellen Hazen, Portfolio Manager di F.L.Putnam Investment Management yang berbasis di Massachusetts (AS), seperti dikutip dari Reuters.
Selain itu, pelaku pasar juga merespons rilis data pembacaan pertama angka pertumbuhan ekonomi AS. Pada 2020, Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Adidaya tumbuh -3,5%. Ini adalah pencapaian terburuk sejak Perang Dunia II.
Betul ekonomi AS tumbuh negatif alias terkontraksi, terburuk sejak 1946 pula. Namun siapa yang bilang PDB AS bisa tumbuh positif? Semua orang sudah tahu dan sudah bisa menduga, ekonomi AS pasti bakal minus, tinggal berapa angkanya.
Nah, PDB yang -3,5% itu ternyata lebih baik ketimbang ekspektasi pelaku pasar. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters menghasilkan perkiraan -3,6%.
"Musim dingin ini mungkin akan berat. Namun ke depan, kemungkinan situasi akan lebih baik," ujar Ryan Sweet, Ekonom Moody's Analytics, seperti dikutip dari Reuters.
Pencapaian ekonomi AS yang lebih baik dari perkiraan itu membuat pasar bergairah. Arus modal pun mengalir deras ke aset-aset berisiko di pasar keuangan negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. Aliran modal ini yang memberi dorongan bagi rupiah untuk melaju di jalur hijau.
TIM RISET CNBC INDONESIA