
Ini Penjelasan BP Jamsostek Soal Unrealized Loss di Saham

Jakarta, CNBC Indonesia - BPJS Ketenagakerjaan memberikan respons perihal kabar yang belakangan mengemuka di kalangan pelaku pasar terkait pengelolaan investasi yang dikelola perseroan di pasar modal.
Seperti diketahui, sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap BPJS Ketenagakerjaan perihal dugaan Perkara Tindak Pidana Korupsi pada Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Merespons hal ini, Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan, Irvansyah Utoh Banja mengatakan investasi perseroan di pasar modal mengacu kepada PP Nomor 99 Tahun 2013 dan PP Nomor 55 Tahun 2015 yang mengatur tentang batasan investasi BPJS Ketenagakerjan, termasuk tentang investasi pada instrumen saham dan reksa dana.
Pada Desember 2020, sebanyak 25% dari dana kelolaan perseroan, ditempatkan di Instrumen terkait pasar modal, dengan perincian surat utang 64%, saham 17%, deposito 10%, reksa dana 8%, dan investasi langsung 1%.
Menurut Utoh, unrealized loss BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek merupakan kondisi penurunan nilai aset investasi saham atau reksa dana sebagai dampak dari fluktuasi pasar modal yang tidak bersifat statis.
"Unrealized loss tidak merupakan kerugian, selama tidak dilakukan realisasi penjualan aset investasi saham atau Reksadana yang mengalami unrealized loss tersebut," kata dia kepada CNBC Indonesia, Rabu (27/1/2021).
Sebab, menurut dia, perseroan hanya melakukan realisasi penjualan aset investasi pada saham atau reksa dana yang dipastikan telah membukukan keuntungan. Unrealized loss ini merupakan risiko yang tidak dapat dihindarkan setiap investor, termasuk BP Jamsostek.
Namun, dijelaskan Utoh, perlu digarisbawahi bahwa unrealized loss ini dipastikan akan mengalami recovery kembali, seiring dengan dinamika pasar modal bahkan berbalik menjadi unrealized gain/profit. Dengan catatan, unrealized loss ini disebabkan oleh aset investasi yang memiliki kualitas fundamental emiten bagus, seperti saham dalam indeks LQ45, yaitu 45 saham pilihan BEI yang memiliki kriteria tertentu seperti berkapitalisasi besar, paling likuid, memiliki kondisi keuangan baik dan prospek pertumbuhan tinggi untuk periode setiap enam bulan.
"BP Jamsostek memastikan 98% portofolio saham ditempatkan pada emiten berkategori LQ45 atau blue chip dengan fundamental yang sangat baik, sedangkan 2% pernah masuk deretan LQ45," katanya lagi.
BP Jamsostek menilai, dinamika pasar saham selama masa pandemi Covid-19 telah memukul kinerja seluruh emiten, hingga IHSG menyentuh level 3.900an pada Maret 2020, namun kembali menyentuh level 6.000 pada Desember 2020. Hal ini berdampak unrealized loss BP Jamsostek pernah mencapai sekitar Rp 43 triliun pada periode Agustus sampai dengan September 2020. Namun, seiring dengan membaiknya IHSG, unrealized loss tersebut telah turun mencapai sekitar Rp 14 triliun di bawah 3% dari total dana kelolaan pada posisi Januari 2021.
Menurutnya, dengan kondisi likuiditas perseroan yang sangat baik, aset investasi yang mengalami unrealized loss tersebut tidak perlu dijual, sehingga tidak pernah membukukan kerugian. Pasalnya, saham yang mengalami unrealized loss saat ini, dipastikan merupakan saham-saham berfundamental baik dan mayoritas LQ45, sehingga diharapkan akan pulih seiring pemulihan harga pasar.
Instrumen saham yang dikelola BP Jamsostek juga masih membukukan realisasi keuntungan dan ditambah dengan keuntungan instrumen lain berdampak pada dana kelolaan per 31 Desember 2020 mencapai Rp 486,38 triliun dengan total hasil investasi mencapai Rp 32,30 triliun. Hasil pengembangan JHT Tahun 2020 juga diatas rata-rata bunga deposito bank pemerintah, yaitu mencapai 5,63%.
"Kami berharap masyarakat khususnya peserta tidak terpengaruh pada isu-isu negatif yang muncul terkait pengelolaan dana. Kami akan selalu memberikan pelayanan terbaik bagi peserta dan memastikan dana peserta aman dan optimal di bawah pengelolaan kami," bebernya.
Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Suheri Lubis angkat bicara terkait pengelolaan dana yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) di bursa saham. Melihat geliat saham BP Jamsostek yang berinvestasi di saham jenis LQ45, dirinya membeberkan, katergori LQ45 dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan.
"Saham kategori LQ45 merupakan saham dengan market cap besar, transaksi terbanyak, dan memiliki kondisi keuangan, prospek pertumbuhan serta memiliki free float yg memadai yang bisa dikategorikan berkualitas bagus," ujarnya.
Saat ini investasi BP Jamsostek di pasar modal sekitar Rp 150 triliun yang tediri dari saham dan reksa dana. Jika perseroan menarik diri dari pasar modal berpotensi akan kehilangan peluang hasil yang lebih baik untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dan bagi pasar modal akan merupakan suatu kerugian tersendiri dengan hilangnya salah satu investor besar sebagai penggerak pasar yang tentunya akan dapat berakibat pada melalambatnya pertumbuhan pasar modal Indonesia.
"Saya kira harus dilihat dari maksud dan tujuan investasinya. Jika tujuannya untuk liabilitas jangka panjang, pasar modal merupakan investasi yang dapat memberikan imbal hasil yang lebih baik," ujarnya.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cek Fakta, Benarkah Hasil Investasi BPJS TK Rendah?