Kapan ya Harga Minyak Mentah Tembus US$ 60/barel Lagi?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
26 January 2021 10:35
Arab Saudi
Foto: Saudi Aramco/Handout via REUTERS

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kontrak futures (berjangka) minyak mentah masih bergerak di rentang tertingginya dalam 11 bulan terakhir. Namun pada perdagangan hari ini, harga si emas hitam drop.

Pada Selasa (26/1/2021), harga kontrak Brent turun 0,52% ke US$ 55,59/barel. Sementara itu untuk kontrak West Texas Intermediate (WTI) drop 0,4% ke US$ 52,56/barel.

Harga minyak Brent berhasil tembus ke atas level US$ 55/barel dan WTI ke level US$ 52/barel tak terlepas dari berbagai sentimen di pasar dan dinamika permintaan dan pasokan.

Sentimen utama penggerak harga minyak adalah dilantiknya politisi asal Partai Demokrat Joe Biden sebagai Presiden AS ke-46. Kemenangan Demokrat di kursi Senat juga membuat Partai Biru itu kini mengusai jajaran Kongres. 

Banyak pelaku pasar yang berharap AS bakal mendapat bantuan fiskal tambahan dalam waktu cepat seperti yang direncanakan Biden dengan menggelontorkan stimulus senilai US$ 1,9 triliun.

Namun pejabat pemerintahan Biden masih terus berusaha meyakinkan anggota parlemen dari Partai Republik tentang perlunya lebih banyak stimulus. Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan tentang kapan kebijakan tersebut akan disetujui.

Dari sisi pasokan, kenaikan harga minyak juga ditopang oleh langkah Arab Saudi yang berjanji akan memangkas produksi sebanyak 1 juta barel per hari (bph) untuk periode Februari-Maret.

Namun kenaikan kasus infeksi Covid-19 di banyak negara membuat prospek pemulihan permintaan minyak juga terancam, sehingga harga si emas hitam masih sulit mengalami penguatan lanjutan.

Dalam laporan terbarunya, Citigroup melaporkan ada beberapa risiko yang dihadapi oleh minyak sehingga bisa membuat harganya turun. Raksasa perbankan tersebut menyebut risiko pasokan yang lebih tinggi jika sanksi terhadap minyak mentah Iran dicabut, atau pengebor AS meningkatkan produksi minyak serpihnya di tengah maraknya pembatasan (lockdown).

Lonjakan kasus Covid-19 membuat negara-negara Eropa mengetatkan pembatasannya. China yang selama ini aman juga kembali menempuh jalan yang sama ketika ada laporan kenaikan infeksi yang signifikan.

Pembatasan mobilitas publik ini tentunya akan berdampak pada penurunan permintaan minyak. Adanya fenomena surplus pasokan jelas akan memberikan tekanan terhadap harga si emas hitam.

Namun, ada wilayah di mana permintaan minyak tetap kuat. Reuters melaporkan, impor minyak mentah India pada bulan Desember meningkat ke level tertinggi dalam lebih dari dua tahun karena pelonggaran pembatasan virus korona mendorong aktivitas ekonomi. 

Bagaimanapun juga level US$ 56/barel dan US$ 53/barel masih menjadi level resisten untuk harga minyak. Selagi Covid-19 masih merebak meskipun vaksinasi telah dimulai rasanya sulit untuk minyak bergerak naik dengan kencang.

Untuk sampai ke level US$ 60/barel, minyak butuh katalis positif yang kuat. Namun sayang, saat ini katalis tersebut belum ada. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aktivitas Bisnis AS Melambat, Harga Minyak Mentah Mendingin!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular