Saham ASII Diobral Investor, Masih Menarikkah Valuasinya?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
26 January 2021 08:40
Astra (Dok. Astra)
Foto: Astra (Dok. Astra)

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham PT Astra International Tbk (ASII) pada perdagangan Senin (25/1/21) ditutup ambles -3.36% ke posisi Rp 6.475/unit. Ini membuat harga saham ASII dalam sepekan terakhir terkoreksi hingga 3%.

Namun jika dihitung dalam sebulan terakhir, saham ASII telah membukukan penguatan hingga 6,58% dan dalam tiga bulan terakhir sudah melesat 34,34%.

Nilai transaksi saham ASII kemarin mencapai Rp 506,2 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 78,4 miliar lembar saham. Investor asing pun melakukan aksi jual bersih (net sell) di saham ASII sebesar Rp 23,85 miliar di pasar reguler.

Sebelumnya, pergerakan saham ASII cenderung stagnan yang dipengaruhi penurunan penjualan mobil pada tahun 2020. Pada tahun 2020, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) merilis penjualan mobil wholesales atau distribusi dari pabrik ke dealer hanya berada di angka 532.027 unit.

Angka itu jeblok dibanding tahun 2019 yang mencatat penjualan wholesales sebanyak 1.030.126 unit. Kala itu, penjualan memang menjadi salah satu yang terbaik dalam beberapa tahun terakhir. Industri bisa menjual mobil sebanyak 80.000-90.000 unit per bulan.

Kondisi berbeda terjadi pada saat pandemi Covid-19 menyerang. 'Boro-boro' mengejar target 1 juta unit produksi per tahun, penjualan sempat drop hingga titik terendah.

Tepat pada April 2020 menjadi penjualan mobil terparah sejak krisis 1998. Penjualannya tercatat hanya 7.871 unit atau ambles 90,6% (year on year/yoy) dibandingkan April 2019 yang tercatat 84.056 unit.

Penjualan tertinggi tahun 2020 lalu praktis terjadi di bulan Januari, saat itu penjualan menyentuh 80.000 unit, tepatnya 80.435 unit. Sebulan kemudian turun menjadi 79.644 unit dan Maret kembali jatuh ke angka 76.811 unit. Rekor terjadi satu bulan kemudian.

Meski sempat jatuh, penjualan terus merangkak naik hingga akhir Desember lalu tercatat penjualan berada di angka 57.129 unit.

Passenger car sales seperti sedan, 4X2, 4X4, tetap mendominasi dengan presentase 73,1% atau berada di angka 388.886 unit. Sementara commercial vehicle sales (PU, truck, bus, DC) mencatat 26.9% atau 143.141 unit.

Selain turunnya penjualan mobil pada tahun 2020 sebagai akibat dari pandemi, diperpanjangnya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) juga menjadi pemberat saham ASII untuk bergerak lebih leluasa.

Diperpanjangnya PPKM tentunya dapat menghambat laju pemulihan ekonomi Indonesia yang berdampak negatif ke pasar.

Sebelumnya, pada Senin kemarin, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta memutuskan untuk memperpanjang pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Keputusan itu tertuan dalam Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2021 yang diteken Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan per 22 Januari 2021.

"Menetapkan perpanjangan pemberlakuan, jangka waktu dan pembatasan aktivitas luar rumah Pembatasan Sosial Berskala Besar selama 14 hari terhitung sejak tanggal 26 Januari 2021 sampai dengan tanggal 8 Februari 2021," tulis Pergub Nomor 51 Tahun 2021.

Anies meminta kepada semua pihak untuk senantiasa menerapkan protokol kesehatan. Aturan mengenai protokol kesehatan tertuang dalam Pergub Nomor 3 tahun 2021 tentang peraturan pelaksanaan Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang penanggulangan Covid-19.

Sebagai gambaran, PSBB Transisi di DKI Jakarta dimulai pada 11 Januari hingga 25 Januari 2021. Aturan tersebut mengikuti periode pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang diterapkan pemerintah pusat. PPKM sendiri telah diperpanjang hingga 8 Februari 2021.

Keputusan perpanjangan PPKM tersebut itu disampaikan oleh Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (21/1/2021).

Dalam laporan keuangan Astra International per 30 September 2020, laba bersih yang dapat diatribusikan ke entitas induk mengalami penurunan 11,5% menjadi Rp 14,04 triliun dari periode yang sama 2019 sebesar Rp 15,87 triliun.

Pendapatan bersih perseroan juga turun dari sebelumnya pada periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp 177,04 triliun menjadi Rp 130,35 triliun per 30 September 2020.

Turunnya pendapatan bersih perseroan ditekan oleh turunnya penjualan produk yang turun 30% menjadi Rp 84,45 triliun per 30 September. Jasa dan sewa perseroan juga turun 26% menjadi Rp 30,59 triliun pada akhir September tahun lalu.

Namun, dari anak usaha yang bergerak di jasa keuangan perseroan naik 1,6% menjadi Rp 15,32 triliun pada kuartal ketiga tahun 2020.

Adapun beban pokok pendapatan perseroan turun dari sebelumnya sebesar Rp 139,67 triliun menjadi Rp 101,04 triliun per 30 September 2020.

Dari posisi neraca, total liabilitas jangka pendek perseroan per 30 September 2020 turun 14% menjadi Rp 85,82 triliun. Sedangkan total liabilitas jangka panjang perseroan per 30 September 2020 juga turun 7,4% menjadi Rp 60,42 triliun.

Sedangkan total ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada kuartal III-2020 naik 4,4% menjadi Rp 195,03 triliun dari periode Desember tahun 2019 sebesar Rp 186,76 triliun. Adapun total aset perseroan per 30 September 2020 turun 3% menjadi Rp 341,26 triliun.

Secara fundamental, saham ASII yang ditunjukkan oleh valuasi harga dibanding nilai bukunya (price to book value/PBV) masih terbilang murah di angka 1,75 kali, namun lebih mahal sedikit dibandingkan dengan rata-rata saham aneka industri yang di angka 0,86 kali dilansir dari Refinitiv.

PBV adalah rasio harga terhadap nilai buku, biasa digunakan untuk melihat seberapa besar kelipatan dari nilai pasar saham perusahaan dengan nilai bukunya. Misalkan PBV sebesar 44x, artinya harga saham sudah tumbuh sebesar 44 kali lipat dibandingkan kekayaan bersih perusahaan.

Sedangkan apabila menggunakan metode valuasi laba bersih dibandingkan dengan harga sahamnya (price to earnings ratio/PER), saham ASII masih cukup terjangkau di angka 17,96 kali, namun lebih mahal dibandingkan dengan rata-rata saham aneka industri yang di angka 11,86 kali. PER adalah perbandingan antara harga saham dengan laba bersih perusahaan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular