Seharian Gak Gerak, Rupiah Akhirnya Menguat ke Rp 14.010/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 January 2021 15:46
Karyawan menunjukkan pecahan uang dollar di salah satu tempat penukaran uang di kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jumat (16/3/2018). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah akhirnya menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (25/1/2021), setelah stagnan nyaris sepanjang perdagangan.

Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter di pekan ini menjadi fokus utama pelaku pasar.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.020/US$, setelahnya sempat melemah hingga 0,36% ke Rp 14.070/US$. Tetapi tidak lama, rupiah kembali stagnan di Rp 14.020/US$ dan tertahan di level tersebut hingga beberapa saat sebelum pasar ditutup.

Di akhir perdagangan, rupiah berbalik menguat tipis 0,07% ke Rp 14.010/US$ di pasar spot.

Dolar AS sedang tertekan pada hari ini, terlihat dari mayoritas mata uang Asia yang menguat. Hingga pukul 15:07 WIB, won Korea Selatan menjadi yang terbaik dengan penguatan 0,42%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang Asia.

Dolar AS dalam tekanan setelah Joseph 'Joe' Biden yang resmi dilantik menjadi Presiden AS pada Rabu (20/1/2021) waktu setempat.

Selain pelantikan Biden, Senat AS yang sebelumnya dikuasai oleh Partai Republik, kini dikuasai oleh Partai Demokrat. Sehingga blue wave atau kemenangan penuh Partai Demokrat berhasil dicapai.

Parlemen AS menganut sistem 2 kamar, House of Representative (DPR) yang sudah dikuasai Partai Demokrat sejak lama, dan Senat yang pada rezim Donald Trump dikuasai Partai Republik.

Dengan dikuasainya DPR dan Senat, tentunya akan memudahkan dalam mengambil kebijakan, termasuk dalam meloloskan paket stimulus fiskal US$ 1,9 triliun. Stimulus tersebut akan menyebabkan jumlah uang bereda di perekonomian AS bertambah, secara teori nilai tukar dolar AS akan tertekan.

Selain itu, sentimen pelaku pasar sebenarnya juga sedang bagus, terlihat dari bursa saham Asia yang menghijau, yang seharusnya bisa menopang rupiah untuk menguat.

Sayangnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jeblok yang ikut menyeret rupiah. Pagi tadi, IHSG sempat jeblok hingga 2%, sebelum berakhir melemah 0,77%. Rupiah jadi ikut terseret kemerosotan IHSG.

Selain itu, The Fed yang akan mengumumkan hasil rapat kebijakan moneter pada Kamis dini hari waktu Indonesia menjadi penyebabnya.

Pengumuman tersebut sangat dinanti pelaku pasar, sebab saat ini bereda "bisik-bisik" di pasar jika di akhir tahun ini ada kemungkinan The Fed akan mengurangi nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) yang saat ini nilainya sekitar US$ 120 miliar per bulan.

Pengurangan tersebut dikenal dengan istilah tapering. Sebelum saat ini, pada pertengahan tahun 2013 lalu, The Fed yang saat itu dipimpin Ben Bernanke juga mengeluarkan wacana tapering.

Saat wacana tersebut muncul dolar AS menjadi begitu perkasa, hingga ada istilah "taper tantrum". Maklum saja, sejak diterapkan suku bunga rendah serta QE, nilai tukar dolar AS terus merosot. Sehingga saat muncul wacana pengurangan QE hingga akhirnya dihentikan dolar AS langsung mengamuk, "taper tantrum", rupiah pun jeblok.

Berkaca dari kejadian 2013 tersebut, pelaku pasar menjadi lebih berhati-hati jelang pengumuman kebijakan moneter The Fed pekan ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular