
Ada Rapat The Fed Pekan Ini, Rupiah Jadi Takut Menguat?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) nyaris sepanjang paruh pertama perdagangan Senin (25/1/2021). Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter di pekan ini membuat rupiah tidak banyak bergerak.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.020/US$, setelahnya sempat melemah hingga 0,36% ke Rp 14.070/US$. Tetapi tidak lama, rupiah kembali stagnan di Rp 14.020/US$ dan tertahan di level tersebut hingga pukul 12:00 WIB.
Rupiah sebenarnya punya tenaga untuk menguat setelah Joseph 'Joe' Biden yang resmi dilantik menjadi Presiden AS pada Rabu (20/1/2021) waktu setempat.
Selain pelantikan Biden, Senat AS yang sebelumnya dikuasai oleh Partai Republik, kini dikuasai oleh Partai Demokrat. Sehingga blue wave atau kemenangan penuh Partai Demokrat berhasil dicapai.
Parlemen AS menganut sistem 2 kamar, House of Representative (DPR) yang sudah dikuasai Partai Demokrat sejak lama, dan Senat yang pada rezim Donald Trump dikuasai Partai Republik.
Dengan dikuasainya DPR dan Senat, tentunya akan memudahkan dalam mengambil kebijakan, termasuk dalam meloloskan paket stimulus fiskal US$ 1,9 triliun. Stimulus tersebut akan menyebabkan jumlah ua bereda di perekonomian AS bertambah, secara teori nilai tukar dolar AS akan tertekan.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) pekan lalu mempertahankan suku bunga acuan 3,75%, sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia. Dengan dipertahankannya suku bunga, maka yield obligasi Indonesia masih relatif tinggi sehingga aliran modal bisa masuk ke dalam negeri. Hal tersebut bisa menjadi tenaga rupiah untuk menguat.
Namun nyatanya, rupiah tidak sanggup masuk ke zona hijau hari ini. The Fed yang akan mengumumkan hasil rapat kebijakan moneter pada Kamis dini hari waktu Indonesia menjadi penyebabnya.
Pengumuman tersebut sangat dinanti pelaku pasar, sebab saat ini bereda "bisik-bisik" di pasar jika di akhir tahun ini ada kemungkinan The Fed akan mengurangi nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) yang saat ini nilainya sekitar US$ 120 miliar per bulan.
Pengurangan tersebut dikenal dengan istilah tapering. Sebelum saat ini, pada pertengahan tahun 2013 lalu, The Fed yang saat itu dipimpin Ben Bernanke juga mengeluarkan wacana tapering.
Saat wacana tersebut muncul dolar AS menjadi begitu perkasa, hingga ada istilah "taper tantrum". Maklum saja, sejak diterapkan suku bunga rendah serta QE, nilai tukar dolar AS terus merosot. Sehingga saat muncul wacana pengurangan QE hingga akhirnya dihentikan dolar AS langsung mengamuk, "taper tantrum", rupiah pun jeblok.
Berkaca dari kejadian 2013 tersebut, pelaku pasar menjadi lebih berhati-hati jelang pengumuman kebijakan moneter The Fed pekan ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'
