
Sentimen Berbalik di Ujung Hari Perdagangan, Rupiah Tertekan

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini upaya rupiah untuk melenggang ke jalur hijau terjegal. Sentimen positif dari Amerika Serikat (AS) terkait stimulus tak membantu Mata Uang Garuda menguat menyusul kecemasan ketegangan antara AS dan China.
Pergerakan rupiah sepekan ini cenderung menyamping dengan volatilitas tinggi, dengan penguatan 3 hari berturut-turut dan bahkan sempat mencicipi level psikologis 13.000 sebelum terkena aksi jual pada perdagangan terakhir pekan ini.
Pada Jumat (23/1/2021), Mata Uang Garuda bertengger di level 14.020 per dolar AS, atau melemah 0,29% secara harian. Secara mingguan, rupiah juga terdepresiasi, yakni sebesar 0,07% dibandingkan dengan posisi akhir pekan lalu pada Rp 14.010 per dolar AS.
Penguatan rupiah terjadi 3 hari beruntun dari Selasa hingga Kamis, dengan akumulasi apresiasi sebesar 0,57% menjelang pelantikan presiden AS Joe Biden yang menjanjikan gelontoran stimulus US$ 1,9 triliun.
Tambahan stimulus berarti tambahan uang beredar yang secara teoritis menekan nilai dolar AS. Meski demikian, pada akhir pekan rupiah justru terkoreksi di tengah penguatan kembali dolar AS, terlihat dari reli indeks dolar sebesar 0,1% ke 90,209.
Indeks dollar merupakan acuan pergerakan mata uang dolar AS terhadap enam mata mitra dagang utamanya. Penguatan tersebut terjadi setelah China dilaporkan gagal memenuhi target pembelian produk AS yang ditetapkan pada perjanjian dagang fase I.
Data Peterson Institute for International Economics menyebutkan China sepanjang 2020 mengimpor barang AS senilai US$ 100 miliar, atau hanya 58% dari target sebesar US$ 173,1 miliar. Hal ini memicu kecemasan masih bakal panasnya hubungan AS-China.
Para calon menteri Biden juga menunjukkan sikap keras terkait China. Janet Yellen, calon menteri keuangan AS, saat sidang konfirmasi pencalonannya di hadapan Senat masih menunjukkan sikap keras terhadap China.
"Kita perlu menghentikan praktik kejam, tidak adil, dan ilegal China," kata Yellen sebagaimana diberitakan CNBC International, Selasa (19/1/2021). "China meremehkan perusahaan Amerika dengan praktik dumping, membuat hambatan perdagangan, dan memberikan subsidi ilegal kepada perusahaan."
Hal ini memicu kekhawatiran bahwa perang dagang masih akan terus berkobar dan merusak prospek pemulihan ekonomi dunia. Investor global pun memburu surat berharga AS yang dinilai aset aman (safe haven) ketika ekonomi bergolak, yang memicu penguatan dolar AS di penghujung pekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penutupan Pasar: Rupiah Tertekan Cuma 5 Poin ke Rp 14.295/US$