
Tingkat Pengangguran Turun, Kurs Dolar Australia Naik 4 Hari

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia kembali menguat melawan rupiah pada perdagangan Kamis (21/1/2021). Jika bertahan hingga akhir perdagangan nanti, artinya dolar Australia membukukan penguatan 4 hari beruntun.
Pada pukul 10:53 WIB, AU$ setara Rp 10.886,4, dolar Australia menguat 0,24% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Dalam 3 hari sebelumnya, dolar Australia total menguat 0,9%.
Dolar Australia mampu terus melaju setelah tingkat pengangguran Negeri Kanguru menunjukkan penurunan. Biro Statistik Australia pagi tadi melaporkan tingkat pengangguran turun menjadi 6,6% di bulan Desember 2020, dari bulan sebelumnya 6,8%.
Tingkat pengangguran tersebut menjadi yang terendah sejak bulan April lalu, meski masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan level sebelum pandemi penyakit virus corona (Covid-19) melanda di 5,1%.
Selain tingkat pengangguran, sepanjang bulan Desember juga dilaporkan terjadi penambahan jumlah orang yang bekerja sebanyak 50 ribu orang. Artinya, roda bisnis di Australia mulai berputar kembali, dan banyak terjadi perekrutan tenaga kerja.
Membaiknya perekonomian Australia memang menjadi pemicu utama penguatan dolar Australia. Gubernur bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA), Philip Lowe, menunjukkan sikap optimis perekonomian Australia akan bangkit dari resesi yang terjadi untuk pertama kalinya dalam 3 dekade terakhir.
"Pemulihan ekonomi sedang berlangsung, dan data ekonomi yang dirilis belakangan ini lebih baik dari perkiraan sebelumnya," kata Lowe, sebagaimana dilansir Reuters awal Desember lalu.
"Ini adalah kabar bagus, tetapi pemulihan ekonomi masih belum terjadi secara menyeluruh, dan masih sangat tergantung dari dukungan kebijakan moneter dan fiskal," katanya.
Selain itu, dolar Australia juga diuntungkan dengan kemungkinan terjadinya supercycle.
Australia merupakan negara yang mengandalkan ekspor komoditas, ketika harga-harganya naik, maka pendapatan negara akan bertambah, dan perekonomian berputar lebih kencang.
Supercycle merupakan periode penguatan komoditas dalam jangka panjang. Kenaikan harga-harga komoditas di tahun ini dikatakan sebagai awal dari siklus tersebut, dan akan masuk ke dalamnya mulai tahun depan.
Profesor ekonomi terapan di John Hopkins University, Steve Hanke mengatakan komoditas akan memasuki fase supercycle di tahun 2021.
"Supply sangat terbatas, stok rendah, dan ekonomi mulai bangkit dan maju ke depan, harga komoditas akan naik dan memulai supercycle. Saya pikir saat ini kita sudah melihat tanda awalnya," kata Hanke, sebagaimana dilansir Kitco.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
