
Era Mobil Listrik, Erick Mulai Kepikiran Nasib SPBU Pertamina

Jakarta, CNBC Indonesia - Kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) diprediksi akan menggantikan keberadaan kendaraan konvensional berbahan bakar minyak (BBM). Dampaknya, di masa yang akan datang keberadaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) atau pom bensin berpotensi hilang.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan keberadaan EV Battery atau baterai mobil listrik akan menjadi ancaman bisnis Pertamina.
"Seperti EV battery, kita tahu EV battery akan terdampak bisnis Pertamina seperti (distribusi) bensin (melalui) pom bensin. 20 tahun yang akan datang ketika semua memakai mobil listrik yang harganya jauh lebih murah itu tentu orang banyak charging di rumah tidak lagi di Pom bensin. 80% itu akan melakukan itu mau tidak mau pom bensin akan terdampak," kata Erick di depan anggota Komisi VI, Rabu (20/1/2021).
Dalam riset yang dipublikasi DBS beberapa waktu lalu, disebutkan volume penjualan mobil listrik akan naik 24% per tahun secara compounding (CAGR) ke 22,3 juta unit pada tahun 2030.
Kenaikan penjualan mobil listrik tentu akan mengerek permintaan nikel kelas I seiring dengan minat yang tinggi untuk penggunaan baterai yang menggunakan nikel.
Permintaan nikel untuk baterai mobil listrik akan tumbuh sebesar 32% (CAGR ) pada 2019-2030 sehingga meningkatkan konsumsi nikel untuk baterai yang dapat diisi ulang hingga 24% per tahun menjadi 1,27 juta ton pada tahun 2030.
"Oleh karena itu, kami memperkirakan kontribusi baterai isi ulang terhadap konsumsi nikel akan meningkat hingga 30% pada 2030 dari hanya 5% pada 2019." tulis DBS dalam laporannya.
Di sepanjang tahun 2020, harga kontrak futures (berjangka) nikel yang diperdagangkan di bursa Shanghai juga menguat 18%. Kenaikan harga nikel dunia juga membuat harga nikel acuan RI ikut terkerek.
Pada Desember lalu, harga nikel acuan RI dipatok di US$ 15.647/ton atau naik 12,8% dibandingkan harga acuannya di bulan Januari di US$ 13.876/ton. Harga nikel sempat mengalami penurunan saat awal pandemi Covid-19 merebak dan memicu penerapan lockdown yang masif di bulan Februari-Maret.
Namun setelah pelonggaran banyak dilakukan pada bulan Mei, harga nikel berangsur mulai pulih bahkan berhasil mencapai level tertingginya di penghujung tahun 2020.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Warning! 6 Emiten BUMN akan Direviu, Erick: Harus Diperbaiki