
Berkat China, Dolar Australia Bangkit dari Tekanan Rupiah

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia menguat melawan rupiah pada perdagangan Senin (18/1/2021), merespon pertumbuhan ekonomi China yang melesat.
Pada pukul 13:28 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.812,8, dolar Australia menguat 0,19% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sebelumnya pada hari Rabu lalu, dolar Australia nyaris menyentuh level Rp 11.000/AU$, tertinggi dalam lebih dari 6 tahun terkahir, tetapi setelahnya malah ambrol nyaris 1%. Sempat bangkit di hari Kamis, dolar Australia ambrol lagi 1,25% di hari Jumat.
Kemerosotan dolar Australia tersebut terjadi setelah vaksinasi massal di Indonesia sudah resmi dimulai Rabu (13/1/2021), yang membuat rupiah perkasa. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Warga Negara Indonesia pertama yang mendapat suntikan vaksin CoronaVac buatan perusahaan farmasi asal China, Sinovac.
Meski prosesnya akan memakan waktu yang cukup panjang untuk agar vaksinasi di seluruh Indonesia selesai, tetapi harapan akan hidup berangsur-angsur normal kembali, dan perekonomian bisa bangkit kembali.
Vaksinasi dikatakan menjadi salah satu kunci penguatan mata uang emerging market (EM) di tahun 2021.
Reuters melakukan survei terhadap 50 ahli strategi mata uang pada periode 4 - 7 Januari, hasilnya mata uang negara berkembang yang beberapa bulan terakhir menguat diramal akan melanjutkan penguatan di 2021.
Sebanyak 38 orang ahli strategi yang disurvei mengatakan yield yang tinggi, serta program vaksinasi yang sukses akan menjadi pemicu utama penguatan mata uang EM. Sementara 10 orang, melihat pemulihan ekonomi domestik sebagai pendorong utama.
Sementara itu pada hari ini, dolar Australia balik menguat setelah China melaporkan produk domestik bruto (PDB) kuartal IV-2020 tumbuh 6,5% year-on-year (YoY), lebih tinggi dari prediksi Reuters sebesar 6,1% YoY, dan melesat dari kuartal sebelumnya 4,9% YoY.
Saat negara-negara lain masuk ke jurang resesi, China berhasil lolos, sebab produk domestik bruto (PDB) hanya sekali mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 6,8% di kuartal I-2020. Setelahnya, ekonomi China kembali bangkit dan membentuk kurva v-shape.
Tidak hanya itu, ekspor China juga mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Di tahun 2020, ekspor China dilaporkan naik 3,6% dari tahun sebelumnya menjadi US$ 2,6 triliun, yang merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah. Sementara itu, impor hanya turun 1,1% di tahun 2020 lalu. Artinya aktivitas ekonomi China sudah berputar cukup kencang saat negara-negara lain tersendat akibat menghadapi virus corona.
Roda perekonomian banyak negara masih tersendat-sendat di tahun 2020 lalu, tapi China masih sukses membukukan rekor ekspor.
Apalagi ketika perekonomian global mulai pulih setelah adanya vaksinasi massal, besar kemungkinan ekspor China akan kembali meroket. Sehingga di tahun ini diprediksi akan terjadi China "boom" atau meroketnya pertumbuhan ekonomi China, dengan peningkatan ekspansi sektor manufaktur akibat peningkatan ekspor, serta dimulainya vaksinasi massal di berbagai negara.
China berperan penting dalam perekonomian dunia. Nilai PDB-nya terbesar kedua di dunia, kemudian China juga merupakan konsumen komoditas terbesar di dunia.
Saat perekonomiannya menunjukkan pertumbuhan, tentunya akan berdampak pada negara-negara lainnya. Australia menjadi salah satu negara yang paling diuntungkan, sebab keduanya merupakan mitra dagang strategis, meski belakangan hubungannya sedang memburuk.
Indonesia sebagai negara pengekspor komoditas sebenarnya juga diuntungkan, tetapi sentimennya lebih kuat ke Australia hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
